Cernak Ari Vidianto (Lumbir, Jawa Tengah)_KESALAHAN NAYSA
Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)
Cernak Ari Vidianto
KESALAHAN NAYSA
“ Pa, Papa!” teriak Naysa memanggil Papanya pagi-pagi sekali
“ Ada apa sayang?” jawab Papa dengan lembut.
“ Papa sudah mendapatkan tanah liat apa belum?” tanya Naysa.
“ Lha itu disamping tas kamu. Udah dimasukin plastik hitam,” jawab Papa.
“ Makasih ya Pa!” girang Naysa.
“ Ya sayang,” jawab Papa sambil mengusap-usap rambut Naysa.
Saat ini Naysa masih duduk di kelas tiga SD. Naysa sangat dimanja sekali oleh kedua orang tuanya, terutama Papanya. Maklumlah karena Naysa anak tunggal. Hari ini Naysa akan membuat kerajinan tangan di sekolah, itu lho pelajarannya Pak guru Yaafi. Naysa akan membuat asbak dari tanah liat.
“ Naysa, Papa! Ayo makan bersama-sama! ajak Mama.
“ Iya Ma!” sahut Naysa dan Papa bersamaan.
Lalu mereka pun makan pagi bersama-sama. Setelah itu Naysa pun berpamitan kepada kedua orang tuanya. Naysa segera berangkat ke sekolah dengan penuh semangat.
***
Naysa pun telah sampai di sekolah, ia segera menuju kelasnya. Kelasnya sangat bersih, rapi dan indah. Penuh dengan karya-karya anak-anak kelas tiga. Selain itu semua teman-teman Naysa baik-baik tidak ada yang nakal.
“ Nay, kamu bawa tanah liatnya apa ngga?” tanya Olin teman sebangku Naysa.
“ Bawa dong! Nih banyak sekali,” jawab Naysa sambil menunjukkan tanah liatnya.
“ Aku boleh minta ngga? Soalnya aku lupa membawa,” pinta Olin.
“ Oh ya boleh dong!” jawab Naysa.
“ Makasih ya Nay, kamu memang teman terbaikku,” girang Olin sambil memegang tangan Naysa.
“ Iya sama-sama Lin!” jawab Naysa sambil tersenyum.
TENG-TENG-TENG!!! Tepat jam tujuh bel sekolah berbunyi, semua anak keluar kelas. Mereka berbaris dulu kemudian masuk satu persatu ke dalam kelasnya masing-masing. Begitu juga dengan Naysa, ia segera masuk ke kelasnya. Dan mengikuti pelajaran satu persatu, sampai gilirannya nanti pelajaran kerajinan tangan.
***
Akhirnya tiba lah pelajaran kerajinan tangan, semua anak-anak keluar kelas mengikuti Pak guru Yaafi. Pak Yaafi membawa satu contoh asbak berbentuk hati yang sangat indah. Lalu Pak Yaafi pun mempraktek kan cara membuat asbak dari tanah liat. Semua anak-anak memperhatikan dan tidak ada yang bermain sendiri. Naysa dan Olin pun memperhatikan tanpa berkedip.
“ Bagaimana anak-anak? Kalian sudah paham apa belum?” tanya Pak Yaafi.
“ Sudah Pak!” jawab semua anak-anak kelas tiga serempak.
“ Kalau begitu ayo sekarang dimulai!” kata Pak Yaafi.
“ Siap!” jawab anak-anak kompak.
Naysa dan Olin pun segera membuat asbak yang sesuai petunjuk Pak Yaafi. Semua anak-anak yang lain pun mulai memainkan tangannya membuat asbak dari tanah liat. Mereka begitu semangat dan serius mengerjakannya.
***
Hampir satu jam Naysa berusaha membuat asbak tapi belum jadi juga, sepertinya Naysa tidak bakat membuat kerajinan tangan dari tanah liat. Sementara itu semua teman-temannya, termasuk Olin telah membawa asbak buatannya ke dalam kelas. Sekarang mereka sedang mencuci tangan. Naysa pun merasa takut kalau sampai tidak bisa membuatnya. Tapi walau pun sudah di coba berulang kali Naysa tetap tidak bisa membuat asbak itu. Semua buatannya tidak ada yang sempurna, asbak-asbak itu pun dihancurkannya lagi. Dalam keadaan marah tiba-tiba mata Naysa mengarah ke asbak kepunyaan Pak Yaafi yang di jadikan contoh. Tanpa pikir panjang lagi Naysa pun mengambil asbak itu lalu membawanya ke dalam kelasnya dan menaruhnya di atas mejanya. Lalu ia pun bergegas mencuci tangan dan segera jajan bersama teman-teman yang lain.
***
Pak Yaafi keluar dari kantor, ia berniat mengambil asbaknya yang di jadikan contoh.
“ Lho, kok tidak ada ya?” gumam Pak Yaafi.
“ Siapa yang mengambil ya?” tambahnya.
Lalu Pak Yaaafi pun bergegas masuk ke dalam kelas untuk menyelidiki asbaknya yang hilang. Sementara itu semua anak-anak kelas tiga sedang berada di kantin sekolah. Pak Yaafi pun mengamati satu persatu meja muridnya dengan teliti. Beberapa saat kemudian pandangannya berhenti ke tempat mejanya Naysa. Lalu ia pun terkejut bukan main karena asbaknya ada di meja Naysa.
“ Astagfirullohhaladzim, kenapa Naysa bisa mengambil asbak ini ya,” kata Pak Yaafi terheran-heran.
“ Nanti setelah bel masuk aku akan menasehatinya,” tambahnya.Ia pun mengambil asbaknya dan segera berlalu dari kelas dan segera menuju kantor guru.
***
TENG-TENG-TENG!!
Bel masuk pun berbunyi semua anak-anak masuk ke kelas masing-masing. Begitu juga dengan Naysa, ia segera masuk ke kelasnya. Tapi alangkah terkejutnya Naysa saat di dapati asbak di mejanya tidak ada.
“ Huhuhuhu….,” Naysa pun akhirnya menangis. Semua teman-temannya heran melihatnya.
“ Kamu kenapa Nay?” tanya Olin.
“ Huhuhuhu….!!! ”tangis Naysa semakin keras, Naysaa tidak menjawab pertanyaan Olin.
“ Selamat siang anak-anak!” sapa Pak Yaafi yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas.
“ Selamat siang Pak guru!” jawab semua anak-anak kelas tiga kecuali Naysa yang masih menangis tersedu-sedu.
“ Lho kamu kenapa nangis Nay?” tanya Pak Yaafi pura-pura tidak tahu.
“ Itu pak asbaknya hilang,” jawab Olin.
“ Apa betul? Asbak itu kepunyaan Naysa?” tanya Pak Yaafi pada Naysa.
“ Huhuhu….!!” Naysa masih menangis tak menjawab pertanyaan gurunya.
“ Apakah asbaknya seperti ini Nay?’ Pak Yaafi mengeluarkan asbaknya.
“ Huhuhu…iya pak,” jawab Naysa.
“ Lho itu kan punya Pak guru yang dijadikan contoh tadi,” jawab murid-murid serempak.
“ Kamu ambil asbaknya Pak guru ya Nay?” tanya Olin.
Semua mata tertuju pada Naysa. Naysa hanya tertunduk, ia merasa malu. Mengapa tadi ia berbuat seperti itu, mengambil asbak miliknya pak guru.
“ Nay,kamu mengambil asbaknya pak guru?” tanya Olin sekali lagi.
“ I..i…iya Lin!” jawab Naysa terbata-bata.
“ Huuuuu….,” seru semua murid-murid kelas tiga.
“ Sudah-sudah anak-anak, kalian jangan ribut,” perintah Pak Yaafi. Kelas pun berhenti gaduh.
“ Nay, sekarang saya mau tanya mengapa kamu ambil asbak ini?” tanya Pak Yaafi.
“ Aku tak bisa membuat asbak, berulang kali aku membuat hasilnya selalu jelek. Kalau aku tidak mengumpulkan,nanti akau di marahin bapak,” jelas Naysa panjang lebar.
“ Nay, kalau pun hasil buatanmu tidak bagus saya akan menghargainya dan tidak akan memarahimu. Tapi kamu tidak boleh mengambil buatan orang lain,” kata Pak Yaafi bijak.
“ Maafin aku ya pak? Karena tadi berbuat yang tidak baik,” sesal Naysa sambil berjalan ke arah Pak Yaafi. Dan berjabat tangan dengannya.
“ Ya, Nay! Pak guru maafin kamu, jangan di ulangi lagi ya?” kata Pak Yaafi.
“ Ya Pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi,” jawab Naysa. Murid-murid yang lain salut pada Naysa karena ia mengakui kesalahannya.Setelah kejadian ini Naysa berubah menjadi anak yang tidak mudah putus asa tetapi menjadi anak yang pantang menyerah.
SELESAI
Tentang Ari Vidianto: lahir di Banyumas, 27 Januari 1984. Bekerja sebagai Guru di SD Negeri 2 Lumbir.Bukunya yang sudah terbit yaitu Ibu Maafkan Aku ( Pustaka Kata, 2015 ) & Wajah-Wajah Penuh Cinta ( Pustaka Kata, 2016 ). 17 buku Antologi dan banyak karya yang dimuat di Media Massa seperti di Majalah Sang Guru, Ancas,SatelitPost, Tabloid Gaul, Readzone.com, Buanakata.com,Sultrakini.Com, Riaurealita.Com,Duta Masyarakat, Solopos, Radar Mojokerto, Kedaulatan Rakyat dll
No comments