HEADLINE

Cerpen Adi Zamzam _"KAMU"

SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU:  EDISI 11

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), Cerpen dan Cernak ( minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam.
Kirim karyamu ke e-mail: majalahsimalaba@gmail.com, beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU. (Berhonor dan akan diambil satu karya puisi untuk dibuat konten video)

Redaksi juga menerima tulisan untuk diterbitkan setiap hari (selain malam minggu), kirim karyamu ke e-mail: majalahsimalaba@gmail.com, beri subjek SASTRA SETIAP HARI. (Belum berhonor)



Cermin

Kapan terakhir kali kamu menjenguk dirimu sendiri?

Jarang sekali kamu sadar siapa dirimu. Sering sekali aku mendapatimu dalam keadaan lupa; lupa yang khilaf juga lupa yang kau tahu kau melupakannya. Seperti misalnya kemarin kau telah berjanji tidak akan melakukan hal itu, namun hari ini ternyata kamu melakoninya lagi.

Kamu plin-plan. Mentang-mentang lidahmu tak bertulang. Kamu cepat sekali panas, kamu pun cepat sekali dingin. Kamu masuk, sebentar kemudian kamu keluar. Padahal kemarin kau bilang ingin selalu berdua-duaan denganku di ruang rindu. Namun kini kau malah sudah bersama dengan yang lain dan melupakan aku.

Kamu tidak pernah bertahan lama sendirian dalam sepi. Sudah berapa kali kamu mengadu kepadaku akibat sepi? Namun begitu kamu menjumpai keramaian, kau justru kerap melupakanku. Kamu mudah lupa dengan janjimu; tak akan pernah melupakanku kapanpun dan di manapun. Seolah aku hanyalah kamar belakang tempatmu merawat luka-luka, tempatmu melampiaskan kecewa.

Apa salah kalau kemudian aku jadi apatis terhadapmu? Apa salah kalau kemudian ragu ini tumbuh bercecabang. Kalau kau mau tahu, akar-akarnya justru berasal dari dirimu. Aku tahu kamu sering ragu kepadaku. Aku tahu itu karena kamu tidak pernah benar-benar berani memberi kepastian tentang hubungan kita. Tapi kamu tak pernah mau jujur. Sehingga hubungan kita pun menggantung.

Daun yang Luruh di Jendela

Katamu kamu ingin ikut luruh bersamaku. Merasai bagaimana sensasinya terpetik angin dari tangkai.

Jangan hanya mematung di bibir jendela. Berjalanlah ke sini. Turunlah ke sini. Bagaimana pendapatmu saat kuningku perlahan mulai berubah coklat dan lalu terurai menjadi tanah? Aku tidak hilang. Aku hanya akan lenyap sesaat untuk kemudian muncul kembali.

Aku ingin mengajarimu bagimana baiknya meletakkan marah, bahagia, sedih, kesepian, jenuh, cinta, benci, dan semua rasa yang adalah daun-daunmu. Bahwa, mereka juga hanya bersandar pada waktu. Belajarlah membiarkan daun-daun yang tumbuh padamu itu terpetik angin pada saatnya nanti. Luruh ke tanah. Dan lalu terurai oleh waktu. Semua itu tidak hilang. Suatu saat nanti mereka akan bertumbuhan lagi pada tangkaimu.

Tetaplah terlihat anggun karena kamu adalah bunga yang dihasilkan oleh daun-daun itu. Tetaplah tangguh menunggu musim demi musim yang bertamu ke teras rumahmu.

Mari, ikutlah luruh bersamaku. Mari bertualang ke negeri-negeri yang belum pernah kau kunjungi sebelumnya. Lalu menyimpan segala kesan dan kenangan dalam tiap lembar daun dan tiap inci batangmu.

Rembulan

Aku selalu menunggumu di sini. Dalam sebuah ketenangan yang kadang kamu rindui namun sering kau abai. Aku tak pernah lari ke mana-mana. Kalau kadang kamu kesulitan melihatku, itu tersebab cuaca hatimu yang mudah sekali berubah.

Aku selalu mengawasimu. Aku mencatat kisah-kisahmu di sini. Dalam kepalaku banyak tertulis kenangan tentangmu.

Aku ingat sekali saat-saat itu. Ketika dadamu dipenuhi hasrat yang kamu sebut cinta. Betapa berubahnya dirimu. Kamu menjadi si kuat yang seolah memiliki kekuatan tanpa batas. Kamu rela melakukan hal-hal yang tak pernah terlintas dalam benakku. Kamu bermetamorfosis menjadi makhluk lain yang sama sekali berbeda dengan dirimu yang sebelumnya.

Namun saat cinta berangsur reda, ketika dirimu penuh dengan luka, ketika tunas-tunasmu banyak yang layu, ketika awan-awan mimpimu tertiup angin entah ke mana, kamu pun berubah lagi menjadi si lemah yang mudah sekali goyah. Dan ujung-ujungnya kamu kembali kepadaku.

Siang adalah waktu yang aku sangsikan atasmu. Saat matamu kehilangan diriku, kamu lantas berubah seperti asteroid yang kehilangan orbit. Kamu mengembara tak tentu tujuan. Mencari si dia yang sudi mengikatmu dalam sebuah hubungan semu.

Lalu saat bayang-bayang kelam mulai datang kepadamu, kamu seolah kembali tersadar bahwa hanya akulah yang paling setia kepadamu. Kamu si peragu akut. Tahukah kamu bahwa hal itu adalah penghambat kedekatan kita selama ini? Kamu tak pernah yakin bahwa aku adalah rembulan yang tak pernah ingkar pada malam.

Jubah Kegelapan

Aku masih ingat betul, lelaki kecil yang pernah sembunyi di balik jubahku itu adalah kamu. Lelaki kecil yang kerap kalah dalam hidup. Lelaki kecil yang pernah janji takkan melupakanku dalam keadaan bagaimanapun.

Aku suka menyebutmu anak kecil karena sifatmu yang mudah sekali berubah-ubah. Kamu bahkan belum menyadari hal itu. Kamu belum menganggap itu hal penting. Mungkin karena memang belum saatmu.

Aku belum bisa begitu dekat denganmu. Padahal jika kamu bisa mengendalikan sifat kekanakanmu, akan kuajari dirimu banyak hal. Bagaimana cara terindah mengeja rindu, cara teranggun berdamai dengan amarah, cara terkhusyuk memeluk sepi, cara termewah menikmati bahagia, juga cara tertangguh menghadapi pancaroba.

Kamu masuk, sebentar kemudian kamu keluar. Tanpa kesan. Itulah kenapa kamu hanya menemukan kekosongan saat di dalam, dan hanya merasakan kehambaran saat di luar. Penyesalan yang kamu ucapkan sering hanya di bibir saja, tak sampai resap ke dalam hati. Itulah kenapa niatmu  mudah tertiup angin, hilang tanpa bekas.

Kamu sebenarnya tahu aku setia berdiam di sini, dalam sunyi, dalam setia. Tapi kamu lebih suka terombang-ambing ragu yang membuat hidupmu tak menentu.

Sebuah Kamar tak Bernama

Kamu pernah menyebutnya rindu. Selintas perasaan ingin yang kamu tak kuasa membendungnya. Biarkan saja gejolaknya. Rasakan. Lalu peluklah. Erat. Dan nanti kamu akan tahu.

Kamu pernah menyebutnya butuh ketika rindu selalu membuatmu ingin bertemu. Hanya kita berdua. Kita menyebutnya itu kamar rahasia.

Kau tumpahkan semua rasamu di sana. Tanpa sisa. Kau buka semua pakaian duniawimu di sana, sehingga terlihatlah siapa sesungguhnya kamu. Dan, kamar itu pun menjadi tempat paling jujur di antara kita.

Sebuah Taman di Dalam Rumah

Berapa kali kamu mengunjungi taman itu? Membersihkannya dari sampah-sampah. Menanaminya perdu penyejuk mata. Menghiasinya dengan patung-patung yang akan terlihat anggun saat kamu menikmatinya di senja hari karena siluetnya akan selalu mengingatkanmu pada bayang masa lalu. Berapa kali dalam sehari?

Kamu jarang menengoknya. Hingga tanaman-tanaman liar tumbuh meraja mengalahkan tanaman-tanaman yang mestinya kamu jaga. Hingga ular-ular berani berkeliaran dan bersembunyi di rerimbun semaknya. Prasangka. Padahal kamu tahu, membiarkan prasangka tumbuh sama saja dengan memelihara semak berduri. Padahal jarak taman itu dekat sekali denganmu. Begitu dekat. Hanya sekali tengok.

Kamu pernah janji akan sering-sering menemuiku di taman itu. Tapi kenyataannya kamu ingkar. Kamu lebih senang mengurusi taman orang lain dibanding tamanmu sendiri. Sesuatu yang membuatku heran.

Kamu seperti anak kecil, yang menjadikan taman hanya sebagai tempat bersenang-senang sementara. Lalu setelah kamu bosan, kamu biarkan saja dia telantar bersama waktu. 

O, mestinya aku tahu bahwa pertemuan kita di taman itu hanya kamu anggap keperluan sesaat. Jadi aku tak perlu repot-repot selalu menunggumu di sana.

Kalinyamatan – Jepara, 2013-2014.




Tentang Penulis

NUR HADI atau ADI ZAM-ZAM, lahir di Jepara, 1 Januari 1982. Ia tinggal Desa Banyuputih RT/RW :  11 / 03 No. 79 Gg. Masjid Baitush Shamad. Kalinyamatan – Jepara – Jawa Tengah (59468)

Tahun 2002, beberapa cerpen dan puisinya dipublikasikan di  Bahana Sastra-nya RRI Pro II Semarang. Tahun 2004, menang juara harapan Lomba Menulis Cerpen Islami Majalah UMMI. Tahun 2005, juara harapan Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI ke- VII) majalah ANNIDA. Tahun 2008, menang juara tiga Lomba Menulis Cerita Pendek Islami ( LMCPI ke-VIII) majalah ANNIDA. Tahun 2009 dan 2010, dua buah cerpen menjadi  karya favorit dalam LMCR memperebutkan LIP ICE Selsun Golden Award. Tahun 2010, masuk nominasi Krakatau Award 2010. Tahun 2012, juara tiga Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI ke XI) Majalah ANNIDA. Unggulan Lomba Cerber Majalah Femina 2014/2015. Juara 1 Lomba Cerpen Kategori C (Umum, Guru, Dosen, Pengarang) Green Pen Award 3 Perum Perhutani 2016.
Cerpen tersebar di Kompas, Jawa Pos, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jurnal Nasional, Seputar Indonesia, Republika, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Sinar Harapan, Tribun Jabar, Lampung Post, Radar Surabaya, Bali Post, Riau Pos, Haluan, Inilah Koran, Radar Lampung, Surabaya Post, Solo Pos, Harian Waktu, Joglosemar, Analisa, Koran Merapi, Suara NTB, Lombok Post, Banjarmasin Post, Radar Bromo, Bangka Pos, Sumut Pos, Jurnal Medan, Rakyat Sultra, majalah Femina, Esquire, Good Housekeeping, Ummi, NooR, Paras, Kartini, Story, Annida, Potret, Sabili, Cahaya Nabawiy, Suara Muhammadiyah, Mimbar Pembangunan Agama (Depag Jatim), Annida-online, majalah budaya Sagang, Basis, Tabloid Nova, Genie, Cempaka, Minggu Pagi, Serambi Ummah, Basabasi.co, Tamanfiksi.com, ITN Malang News…
Cerbung pernah dimuat di Majalah Kartini, Femina, dan Annida-Online. Cerpen Anak pernah dimuat di Kompas Anak, Junior(lembar anak Suara Merdeka), Lampung Post, Majalah Aku Anak Saleh, dan PERMATA (Lembar Anak Majalah UMMI).
Juga menulis Resensi Buku di Jawa Pos, Koran Tempo, Koran Jakarta, Lampung Post, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Majalah Luar Biasa, GATRA, Majalah Walida, Radar Surabaya, Solopos, Koran Sindo, Jateng Pos, Kabar Probolinggo, Harian Singgalang, Analisa, Kabar Madura, Harian Nasional, Harian Bhirawa, Koran Muria, Tribun Jogja, Tribun Jateng, Galamedia, Malang Post, Radar Sampit, dan sejumlah media online.
Opini, esai, dan artikel lainnya tersebar di Kompas, Jawa Pos, Rakyat Sultra, Lampung Post, Suara Merdeka, Riau Pos, Kompas Anak, Radar Surabaya, Analisa (Medan), Koran Merapi, Sabili, Jurnal Ruang (Ruang Gramedia.com).
Bersama kawan-kawan, saat ini sedang aktif mengawal berdirinya sekolah kepenulisan ‘Akademi Menulis Jepara’.
Beberapa cerpennya juga termaktub dalam antologi bersama:
1) SEBUAH KATA RAHASIA -- Kumcer Pilihan Annida-online (SMG Publishing, 2010).
2) MEMBUNUH IMPIAN – 15 Inspirasi Cerpen Pilihan Annida-online 2011 (e-book)
3) TAHUN-TAHUN PENJARA --  Antologi Cerpen Joglo 12 (Taman Budaya Jawa Tengah, 2012)
4) SERIBU TANDA CINTA  -- Antologi Cerpen Milad Uda Agus ( deKa Publishing, 2012)
5) NEGERI ASAP – Kumpulan Cerpen Harian Riau Pos 2014 (Yayasan Sagang Pekanbaru, 2014)
6) MATA  YANG  GELAP – Kumpulan Cerpen Pilihan Harian Suara NTB 2014 – 2015 (Suara NTB, 2016)

Buku Tunggal:
1) Laba-laba yang Terus Merajut Sarangnya – Kumpulan cerpen (UNSA Press, 2016)
2) Persembahan Teruntuk Bapak – Novel remaja (DIVA Press, 2017).
3) MELIHAT – Novel (Bhuana Sastra, Bhuana Ilmu Populer, 2017).
4) Menunggu Musim Kupu-kupu – Kumpulan cerpen (Basabasi/DIVA Press Grup, 2018).

No comments