Edisi Selasa, 29 Agustus 2017_ PUISI PUISI SURATMAN KAMALUDIN (Lampung Barat)
Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen, Cersing (Cerita Singkat) untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_LEMBAR KARYA HARIAN MAJALAH SIMALABA
PUISI PUISI SURATMAN KAMALUDIN
RINDU
Di penghujung malam nan sunyi
mata tak pula mampu terpejam
semilir sang bayu menyapa dedaunan
ada kerinduan terbungkus kebisuan
tanpa sadar menyebut namamu
walau sumbang dan kaku.
Terlalu jauh aku melangkah
menelusuri jalan kenangan terhanyut oleh mimpi indah
dan, enggan untk kembali.
Way Tenong, 18 Agustus 2017.
PERANG SARAP
Berada ruang yang sama
menutup mata bersanding raga
seolah tidak akan bertutur sapa.
Entahlah,
ini nasib atau kebetulan saja
bersentuh bahu dalam ruang yang satu
sayu mata memandang
lembut tangan menerima.
Walau pada titimangsa harus saling terpisah
kau yang penuh luka dan noda,
sedang aku kehabisan darah
sesungguhnya siapakah kita.
Way Tenong 20 Agustus 2017.
JUMPA SENJA
Selamat tinggal pagi
jangan halangi kaki matahari
nan hendak meniti hari
percuma bertanam rindu di bukit batu
hanya menumbukan jambangan luka baru.
Sampai jumpa senja
sapalah malam akan bertamu
membawa dingin kiriman sang bayu
begitu jumawa patahkan panas sewindu.
apa kabar pekat
kemana bulan yang kerap mendampingi
sudah putuskah atau,
cahaya indah itu sudah terbunuh oleh waktu.
Way Tenong, 21 Agustus 2017.
DUNIA BARU
Hanya sebentar aku pesiar
menata asa di lain negeri harap berkulit baru
sudah lelah meneganggakan urat mematahkan tulang.
Ini pulang kembali ke desa naunganku
sudah begitu rupa merias wajahnya
gapura gapura baru bernama baru, bingung.
Salahkah aku bertanya?
bukankah itu satu dari seribu jalan atau
menyibak jawab di balik semak duri, bukan.
Jangan ke sana bila tak ingin terluka
singkap saja cerita lampau di sana akan kutemukan
seribu jawaban dari satu pertanyaan.
Way Tenong, 23 Agustus 2017.
BERUBAH WARNA
Berselimut kelam beralas diam
masih menaruh dendam harap
apakah itu salah?
mungkin tidak,
tetapi apa lagi hendak dinanti.
Bumi sudah berganti warna
bunga bungamu sudah lama layu
sementara aku masih di tempat yang dulu.
Sandungan telah mengingatkan
agar tak lupa membuka mata kaki
di saat wajah terlalu sibuk menghitung bintang
sesungguhnya tak akan kering air di lautan
walau diterpa kemarau panjang.
Way tenong, 24 Agustus 2017
Tentang Penulis
Suratman kamaludin adalah seorang petani, tinggal di Way Tenong Liwa Lampung barat. Tergabung dalam sekolah sastra dunia maya (KOMSAS SIMALABA) yang diasuh CREW Simalaba. Puisi puisinya rutin diikut sertakan dalam semarak puisi www.wartalambar.com dan www.simalaba.com.
No comments