Edisi Selasa, 29 Agustus 2017_ PUISI PUISI ENDANG A (Jakarta)
Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen, Cersing (Cerita Singkat) untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_LEMBAR KARYA HARIAN MAJALAH SIMALABA
PUISI PUISI ENDANG A
SERPIHAN WAKTU
Bila waktu telah lenyap dari ingatan kita
berbagai bahasa tak bisa menutup pengakhiran
sebab kata lugas hanya ada di sekitaran bola mata
di mana suatu kebenaran tersimpan baik.
Engkau tau benar perjalanan hidup
tak semudah mengarunggi lautan asin
sebab pergerakannya hilir mudik
di antara rasa yang menjarah pikiran.
Perihal datangnya negeri cacat
hanya mata hatimu yang mampu mengeja jarak.
Jakarta, 28 Agustus2017
MENIKAM JANTUNG
Kuutarakan hati pada ruangan berventilasi
bahwa kejenuhan telah terjabarkan
hawa kesementaraan ingin meraih kebebasan
berilah ruang untuk pengembaraan.
Sedang di atas pulau mereka berdenyit
berupa bongkahan pikiran untuk menjamah siang
yang tak pernah tanpak oleh kedua bola mata
sebab terlalu ringkihnya dalam pergerakan
menikam jantung tiap desahan.
Sungguh penjabaran ini, membunuh sisi manusiaku
hingga keputus-asaan hadir
memecah karang, yang dahulu terlalu kuat untuk di musnahkan
kini hanya perjalanan sisa keramat.
Jakarta, 27 Agustus 2017
MALAM DI LAUT LEPAS
Malam minggu yang datang terlalu dini itu, aku melepas biji keresahan
di mana ruang hampa kemarin membunuh nyaliku untuk kembali berkisah
pada ombak kulantunkan sebuah hasrat
yang telah di copot paksa keberadaannya.
Angin menerpa tubuh lunglaiku
bersama hujan yang terjatuh tiba tiba
sebab ruang kehadiran tak lagi dapat kupetik
melahirkan kehilangan panjang.
Duhal lautan asin
bawalah rinduku dan hanyutkan
sebab esok ruang laknat menungguku untuk merobek sedikit kulit ariku
bergetar pada nyata yang tak kunjung selesai.
Jakarta, 26 Agustus 2017
HARI INI
Tik tok tik tok
waktu meneriakkan tubuhku untuk berkemas
sebab pria berbaju putih itu sudah bolak balik mengingatkan jadwal
pada dini yang meneteskan embun dengarlah
aku merinding ketakutan, Ini bukan karena kematian
namun sebuah dilema setelah perbuatannya.
Amnesia ini membunuhmu dalam sskejap
lalu aku tumbang setelah ketiadaan
engkau yang menjadi lalu
hanya mengeja rasa di antara tumpukan sembilu
sedang aku masih meraba jalan
mencoba bertahan dari cuaca, yang hinggap di antara cairan sesak.
Jakarta, 28 Agustus 2017
MASIHKAH MEWUJUD
Engkau yang mengintip dari celah pintu
masihkan ada kalimat untuk kusandarkan
agar tercicipi aroma kemarin
tanpa ada tanda titik yang merupakan pengakhiran tangis.
Musim yang kunanti datang bersuara
bersama ombak yang mengguncang bola mata
wahai seseorang dalam dunia kerja
masihkan sejarah mengulang?
sebab engkau tak mengusirnya dengan kalimat penenang
hingga sunyi melekat tajam, meretas tubuh hingga luluh.
Lalu perihal keringat itu, membuat pikiran ganjil
kedatangannya memecah nurani
dan episode kegagalan sebuah rencana mematahkan sisi manusiamu
kemudian menjadi vonis kematian.
Jakarta, 28 Agustus 2017
PUING KERETAKAN
Jasad ini gersang di ujung Jakarta
sedang di seberang pulau terbaca senda-gurauan bermimik bahagia.
terpasang di antara jejak, melahirkan gerimis.
Terintip dari celah ventilasi
aku terhenyak
menempeleng jiwaku
yang dahaga di musin hujan.
Baru kemarin, terkubur bangkai bimbang
hari ini timbul suara retak
limbung
letih di udara
sebab aroma fosil memangkas biji biji kata.
Jalur kembali kuluruskan
walau tanpa harapan
acapkali sapamu datang, kutenggelamkan mimpi seketika
agar tak lagi terbaca ruang rindu
pada bahasa santunmu yang melenakan
sungguh, larutan nikmat itu tak ingin lagi kusimak.
Jakarta, 25 Agustus 2017.
Tentang penulis:
Nama Endang A, Hobby menulis sejak tahun 2016, ia mengikuti event puisi, cerpen dan cermin. Lahir di Jakarta, 30 April 1995. Bekerja di Dinas kebersihan taman kota.
No comments