HEADLINE

Edisi Jumat, 15 September 2017_ PUISI PUISI VIKAR BAHRUN (Pulau Morotai, Maluku Utara)

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE MAJALAH SIMALABA
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)




PUISI PUISI VIKAR BAHRUN


ANTARA DUNIAKU DENGAN  DUNIA-NYA

Matanya melampaui duniaku
tapi aku tak bisa melewati batas matanya
hatinya selalu mengundang duniaku berpijak padanya
tapi aku tak mampu berjalan di hatinya
antara duniaku dan dunianya
adalah jembatan dan sungai yang jauh dari daratan.

Dia, bagai awan putih
hingga petir takut menjamak
tapi awan yang kugenggam selalu mendung dengan kemurkahan
dengan kedudukan dan kekejaman batin yang menghampiri.

Dalam duniaku
aku tak mampu membuka kelopak mata menerima cahaya
barangkali duniaku hanya ilusi
sebab seberkas cahaya pun tak disisipkan
kegelapan selalu menyatu denganku
karena dunianya selalu
menahan cahaya yang masuk ke duniaku.

Duniaku penuh kesendirian tanpa satu inspirasi yang masuk
duniaku serba kesederhanaan yang melekat di jalan
sebab tak ada mendiami.

Antara duniaku dengan dunianya
dia adalah dunia yang diberkahi
dunia yang dicintai
dunia yang disucikan
dunia yang tak bisa disalahkan.

Antara duniaku dengan dunianya
tak akan bisa disetarakan
selama perbedaan itu mengikuti waktu yang dipermainkan.

Ternate, 5 Desember 2017.


AMARAH MENTARI

Matahari membakar kota
terasa gersang di tengah jalan
mentari seakan meluapkan amarah
panasnya kota membuat insan melarat
haus dan lapar seakan menerkam ruang tengah.

Ingin rasanya degan cepat kusambut senja
tapi apa gunanya bila waktu tak menerima
sakit kulit ini terbakar murkahnya
duka menyalami, tangis merintih, hati ikut bergeming, tubuh menjerit.

Tanyaku
apakah senja masih lama menanti
ataukah terik ini takkan berganti?
sehingga tubuh ini akan terbakar lalu habis
pada-Mu, tanda tanya ini.

Ternate, (Trotoar Jalan Batu Angus), 28 November 2016.


BEDUK FAJAR

Terdiam dalam dekapan malam
bertahan dalam cahaya yang suram
iiringan indah berdentum di mana-mana.

Aku terbangun, ketika fajar bergumam
seperti kenangan tumbuh di mataku
sebab beduk fajar, adalah penanda.

Air tumpah
ketika pintu surau kusapa
sajadahku tergeletak gembira
jiwa kuserahkan
maka kuucapkan salam
ya, Tuhan
inikah jalan menuju pagi?

Ternate, 30 November 2016.


DENTING KERINDUAN

Sajak ini kutulis untukmu
bersama nyanyian merdu
jemariku enggan melepas syahdu
sebab wajahmu adalah rindu.

Denting melodi ini tercipta dari manisnya kasihmu
walau seribu suara jangkrik mengganggu pikiranku
akan kupecahkan suaranya untuk kudengar bulir-bulir suaramu
sebab wajah cantikmu selalu melintasi sunyi terdalamku.

Ternate, 22 Maret 2017.


DI BATAS DESAKU

Ketika sang surya menampakan wajahnya
aku membuka kelopak mata
melihat indahnya suasana desa
para insan mengumandangkan pujian
terasa, seperti surga.

Di batas desa
aku mendengar suara burung berkicau
anak sungai mengalir menderu
keheningan desaku membuat kehidupan takkan pernah jemu
sebab kami tak luput bersyukur.

Di batas desaku
aku melihat para orang tua bersemangat merajut asa
kala mentari datang, mereka pergi dengan selempeng sagu saja
dan ketika petang tiba, kembali dengan muatan berat di punggung mereka.

Di batas desaku
Ada ingatan yang rekat
takkan rapuh
walau seribu badai menghantam
sebab kuat bagai beringin yang selalu berjaya.

Morotai, (Beringin Jaya) 26 Januari 2017.


MELUKIS RAUT RINDU

Bila cahaya redup dan gelap berdatangan
mata ini tak ingin terpejam
untuk membidik lentera di langit bisu
sebab gelisah jauh menyiksa
bahkan rindu telah menusuk batin yang gundah.

Tetapi-

jika hening malam tak habis menggulma
dan tubuh terlampau membeku dihantam angin
maka biarlah tangan ini menggigil
melukis raut wajahmu
ke dalam tembang tembang sunyi
yang dulu kau sebut puisi.

Ternate, 12 Maret 2017.


RINTIK RINTIK YANG MENUSUK

Jauh sebelum ini
kata kata terlampau mengcekik tubuhku
tetapi engkau seakan tak peduli
dan malah menyalahkan api
hingga cemburu memberontak
laksana harimau ingin memburu.

Namun luka selalu kuringkas
meski riak ombak kian berdebur
dan rintik rintik tingkah itu kian menusuk
sebab kutahu,  jiwa ini belum pantas menjadi
lautan yang maha luas.

Ternate, 2 April 2017.







Tentang Penulis

Vikar Bahrun lahir di Desa Daruba Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara, pada tanggal 8 Januari 1997. Anak dari Bahrun Lomban dan Nahra. Mahasiswa semester enam (VI) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-UNKHAIR Ternate.
Penggiat seni tulis (puisi), tergabung (anggota/personil) di Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ-Maluku Utara). Tinggal di Bastiong Kec. Ternate Selatan.










No comments