HEADLINE

Edisi Kamis, 14 September 2017_ PUISI PUISI S KAMALUDIN (Lampung Barat)

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE MAJALAH SIMALABA
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)



PUISI PUISI S KAMALUDIN


TANGIS DI UJUNG JALAN


Setelah masanya, khawatir kan datang menyapa 
jiwa lemah menjamah tubuh yang lain 
bertitip jemari di balik selendang hitam 
dan, menagis di ujung jalan. 



Mungkin aku lalai menela'ah takwil 
mata air mengalir kelautan 
dan, tak pernah kembali. 


Sempat kupinta tersapu angin, 
memeluk awan menjadi hujan 
apa daya tubuh membeku 
tergilas di sangkalan, menjadi bumbu. 


Kini aku berenang-renang 
dalam setimba air mendidih 
menggumuli nista di alam baka.


Way Tenong, 2017. 



SUDAH TIBA 

Rasanya inginku kesungai 
mencuci otak yang terbakar 
terlalu lelah merayu diksi tak berirama. 
Dan, berbaring sejenak 
di pangkuan sajak rindu 
sudah cukup rasanya membaca  
sandi sandi aksara siluman.

Way Tenong, 2017.



BERTANDANG 

Apa yang hendak terkatakan 
saat bermukim sekejap di pulau aksara 
ku sapukan segenap pandang 
pada bunga bunga kumcup bermekaran 
larik kata indah menghias sepanjang jalan. 

Tangan nakal mulai mengusik imaji 
tuk turut menggurat pula sepenggal kata 
sebagai tanda, bahwa aku penah betandang di sini. 

Way Tenong, 11 September 2017.



SETETES EMBUN PERIGI

Tenggelam dalam pelukan malam
menikmati embun embun perigi 
pada lembar daun daun ikhwal 
tentang peristiwa di masa lampau. 

Berbisik-bisik akal dan hati 
mengenang pertikaian mereka menarik ulur tubuh melangkah 
menentukan jalan di simpang tiga titian. 

Dan, jiwaku menyerah 
tumbang oleh ego dan keadaan 
lalu, hati tertikam pedang bermata ganda 
sama tajam sama kejam. 

Kini mata kian merabun 
sebab batang usia jauh meninggi 
tersandar lemah di dinding waktu 
menunggu napas mengucap cerai. 

Dan- 

Ekor mataku menangkap segulung lontar 
berselimut debu di sudut ruang 
memanggil kalbu lama terbengkalai 
sebab jiwa lama mengelana. 


Kubuka sehelai demi sehelai 
membaca patwa penghulu alam 
tentang sebab akibat dari kehidupan 
pesan kasihku nan lama terlupakan. 

Matapun berkaca melinang dan tertumpah
di relung malam aku bersimpuh 
mengakui jiwa lemah  dan rapuh  
mengingkari segala nilmat yang tersaji lalu terlumat 
sugguhlah dina kubangan terendami. 


Tuhan, pencipta langit dan bumi 
sesungguhnya malu untuk aku kembali 
mengetuk daun pintu rumahMU nan suci 
terlalu dalam aku tenggelam di lautan dosa 
pun aku benar benar melupkan asmaMu.

Namun, kepada siapa lagi aku menumpahkan kepenatan ini 
jikalau bukan kepadaMu, pengasuh insan pengampun hamba 
ta'kan sanggup aku, menanggung murkaMU 
yang tiada berjeda sepanjang penantian. 


Tuhan, aku memohon setitik cahayaMU 
untuk mengukir lembaran hidup baru 
memujaMU tak terselang waktu 
harap Engkau memeluk jiwaku 
nanti bila, tiba masa tidur panjangku.


Way Tenong, 14 September 2017.



BERPIKIR ULANG 

Sudah waktunya berpikir lagi 
tentang api yang membakar hati 
tentang semangat yang menggebu. 

Sebab gerimis semalam 
telah membuat jiwa padam 
khawatir oleh wawasan yang menganak. 

Way Tenong, 14 September 2017.


Tentang Penulis

Suratman kamaludin tinggal di Way Tenong Liwa Lampung barat. Tergabung dalam sekolah sastra dunia maya (KOMSAS SIMALABA) yang diasuh CREW Simalaba. Puisi puisinya rutin diikut sertakan dalam semarak puisi majalah simalaba.

No comments