HEADLINE

PUISI PUISI S KAMALUDIN (Lampung Barat)_Pohon Metropolitan, Kubuka Topeng, Bunda, Siapa Yang salah, Hujan

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE MAJALAH SIMALABA
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)




PUISI PUISI  S KAMALUDIN (Lampung Barat)


KUBUKA TOPENG

Rasa tenang rembang hati
setelah kukabaran padamu, Ti
perihal gelora ini.

Tepian rimba Lampung barat
melelapkan peristiwa hangat
di embun senja namamu menggurat.

Sudah lelah bersembunyi di balik topeng
atawa bercerita dongeng.

Kasihan kelak rindumu menggelinding
saat kau tahu masih ada kisah tersisah pada dinding tebing.

Way Tenong, 25 September 2017. 




BUNDA

Tak seujung kuku
menelisik telinga
kau mengeluh lelah
menyuapiku di setiap waktu.

buah hatimu tak pernah mengetahui
apa yang engkau alami
lelah, lapar, atau bahagia.


kau selalu berharap buah hati
tumbuh besar, jujur dan berbakti
kasihmu sepanjang napas terhela.

Tetapi, anakmu
acap kali menyakiti
membantah serta jua mencacimu yang renta.

Bunda, ini sidurhaka datang bersimpuh
padamu mulai rapuh
mohon kikis dosa tebal berlapis.


Way Tenong, 26 September 2017


SIAPA YANG SALAH

Jantung kota
banjir
sawah di hilir kekeringan
dan, hutan metropolitan tak mampu menyerap air
karena akar pohonnya terbuat dari baja.

Anak gunung biang keladinya, kata mereka
menebas hutan dan membakar
asap yang bergulung menyesakan dada memedihkan mata.

Tetapi, itu cara mereka hidup
pabrik di kota tak sudi menampung
karyawan tamat SD, SMP, apa lagi buta hurup.

Kabarnya ada sekolah geratis
namun, beli buku tiap minggu
iuran ini itu saban hari
jadi, geratis yang mana?

Si pintar pojok negeri
di lipihan bukit gundul
mereka tak ingin jadi perambah
tetapi, keadaan memaksa
pintarnya gugur oleh musim.

Salahkah mereka
Menumpang di negrinya sendiri?
Lalu, siapa yang mau
menanggung teriak lapar mereka.

Way Tenong, 26 September 2017.


POHON METROPOLITAN

Perutnya  sudah penuh
menenggak air langit
akhirnya dimuntahkan juga dan
menggenangi jantung kota.

Akar-akar pohon metropolitan
tak mampu meresap air dari perutnya (sungai) sebab
serabutnya dari batu dan baja.

Burung-burung marah
pada kijang dan rusa gunung
menuding merekalah yang
makan dedaunan hingga meranggas.

Tetapi mereka (burung) lupa
milik siapa vila-vila indah di lereng perigi
bukankah itu sarang mereka pula? 
Sementara kijang dan rusa hanya memungut sedikit rumput
yang menjulur di taman bunga berpagar besi.


Way Tenong, 29 September 2017.



HUJAN

Derai air langit
mengguyur bumi
membalut bebukit dengan kabut,
pohon pohon menggigil

sebatang belimbing tak berbuah
akarnya terjungkal
diterpa badai semalam
dedaunnya kotor ranting patah-patah
berharap tunas baru.

Nanti, saat hujan reda
sekujur batangnya tetap kotor
dan, tak kan bangkit lagi
mungkin, masih sempat berbunga
walau ta'kan menjadi buah nikmatilah walau sebentar
sebelum gugur.


Way Tenong, 2 Oktober 2017.




Tentang penulis: 

S. Kamaludin bertempat tinggal  di way Tenong Lampung Barat. Ia belajar menulis di salah satu komonitas sastra dunia maya (KOMSAS SIMALABA)  yang di asuh oleh crew majalah simalaba.  Puisi puisinya kerap di sertakan di semarak puisi majalah simalaba. com. 

No comments