HEADLINE

PUISI PUISI QIEY ROMDANI (Madura)_Perempuan Itu

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)


PUISI PUISI QIEY ROMDANI


Sayur Garam

Tiba-tiba dia menyapaku dari belakang
Siapa dia? ternyata sayurku yang malang.

"Tuan penyair aku butuh pensucian lewat puisimu" sapanya satun. Penuh harap.
Hampir setengah jam aku menatap.
Bertanya pada diriku, "Bagaimana aku sucikan dia?"
Dia paham atas ketidakmengertianku, tapi tak mau jawab.
Lantas kutanyakan pada siapa arti permintaan itu?

"Begini tuan penyair, tubuhku menangis saat hatiku teriris sebab pisau masalah tak bisa kuhindari. Dan puismu adalah senjataku menepis. Maka sucikanlah aku lewat air mata puisimu yang diambil dari mata air penyair dahulu." katanya penuh iba. Saat mataku minta penjelasan atas kebodohan sendiri.

Sebagai penyair baru kejadian ini aku alami. Aku bukan dukun, pendeta atau kiai. Aku hanya penyair yang setia menemani puisi. Setia membelah sunyi. Dan setia menyendiri. Tapi aku berjanji dan menyanggupi.

Kutinggalkan dia sementara agar beradaptasi dengan dunia nyata. Aku mengadukan permintaannya pada puisi-puisiku. Ya, hanya puisi bisa memecah belah kesatuan masalah. Puisiku berkata, " Siramkan dia dengan garam desamu sendiri." "Bagaimana aku mengambil garam sementara aku ada di tanah orang?" "Tulislah tentang sayur garam agar dia bisa mensucikan diri lewat puisimu yang baru lahir"

Aku bengong lama, sampai akhirnya puisiku memberi selembar kertas dan pena aku sadar dan mulai pengembaraan imajinasiku untuk memadukan sayur dan garam.

Aku pun selesai menulisnya. Harapanku, bila nanti sebelum keluar ruangan, sayur menunggu aku telah siap dan memenuhi janji, sampai di tempat semula tiba, sayur hilang dan kuletakkan puisiku di tempat dia menyapa. Esok, minggu, bulan atau tahun selanjutnya dia akan datang menagih janji pensucian diri.

Jakarta, 11 November 2017

Sayur Garam

Susut marahmu lewat redaman
Air garam Nabi Sulaiman
Yang terteteskan cahaya Tuhan
Untuk hilangkan noktah menempel pada
Rasa yang tertulis nama setan

Geram temaram menusuk para insan
Aku hadir sebagai pembeda makanan setan
Ruang hijau yang kau rasakan
Adalah sumber kehidupan
Masa dan sejarah kelam

Jakarta, 10 November 2017

Ibu

Dalam sajakku ini
Aku puisikan namamu
Agar tiada menjadi ada
Pada masa aku bergantung
Pada lalu aku berenung
Sebuah pengorbanan mengisi puisiku.
Ibu, engkau adalah puisi
Hidup berjuangan bersama diksi
Dengan bahtera imajinasi.
Kini jejakmu hilang ditelan zaman
Hanya puisi yang ditingkalkan
Tanpa pengemudi
Tak ada pelayaran lagi.
Ibu, kembalilah
Zaman telah berubah wujudnya
Puisiku menantimu
Pada setiap waktu
Pada detak jantung penyair.
Perpisahan ini adalah
Pertemuan tertunda

Gersik Putih, 03 Oktober 2017

Perempuan Itu


Mendadak seketika
Perempuan itu membelah malam
Dengan uang logam
Yang disalurkan pada barang dagangan.
Aku melihatnya
Sebuah senyum membelah sunyi
Saat puisiku menyendiri
Lalu bangkit
Mengambarkan wajahnya yang hampir hilang.

Dia kembali lagi
Berbeda dengan sebelumnya.


Dia menemani temannya
Saat sunyi didera bisingan klakson
Saat malam hampir terlelap
Aku menghafal kembali
lingkar wajahnya berhias mukena hitam
Seperti bulan menemani indahnya malam.

Aku sadar bahwa esok adalah cerita
Yang tak usai tertulis puisi romansa.
Bahwa segala kenikmatan malam ini
Adalah permulaan hidup bersama perempuan kota.

Jakarta, 15 September 2017

Tentang Penulis:

Qiey Romdani, esais dan penyair muda Madura. Puisinya tergabung di beberapa antologi Nasional.

No comments