HEADLINE

Puisi Nanang R _TUNAS DARI TUBUH YANG SAMA

Redaksi menerima tulisan untuk diterbitkan setiap hari (selain malam minggu), kirim karyamu ke e-mai: majalahsimalaba@gmail.com, beri subjek SASTRA SETIAP HARI. (Belum berhonor)


TUNAS DARI TUBUH YANG SAMA

Kemarin kita masih
bernyanyi bersama,
menghitung langkah
lalu terbahak se-sekali tersedak congkak
membicarakan masalalu yang tak lagi ramah
membunuh jiwa kecoa
yang teramat banyak.

Mencoba menghitung,
kertas yang melayang tak jarang pula
tepat pada sasaran dan kita pun masih berkaca dalam rongga yang sempit
dengan nada yang sempoyongan hanya mabuk dari munafiknya pujian.

Hingga pada ahirnya.

Apa yang membuatmu lupa,
tentang lukisan
yang sempat kau tanyakan
dulu belum sempat terjawab.

Juga tentang dangau.
yang menampung
segala gelisah kemudian
mendarat di sekujur tubuh
mengikat belikat.

Sebab terlanjur
hasrat ganjil menghuni
berharap menjadi damai.

Han, aku masih menunggu untuk
hari itu
sebab tak ingin berpaling
dari mana muasal kail.

Bajarnegara, 17 November 2017.

KETIKA HASRAT TURUN KEJALAN

Kemudian mereka berlarian
merayakan peradaban baru
atau sekadar menagis melambai pada masalalu
bercerita kepahitan.

Lalu sekian pasang mata berpura-pura
tawar dengan aroma amis yang menyengat
sebab mereka tumpahkan
di antara muka.

Ada pula sebagian dari mereka
menyebutnya sekumpulan kecoa kumuh
ketika hasrat turun kejalan
melahirkan tumpukan sampah sisa
dan mereka hanya bungkam.

Sidoarjo, 22 Januari 2017

KOTA PAHLAWAN SEBELUM PAGI

Di kota ini
aku terjatuh lagi
memaksa kaki menelusuri gang sempit sebelum Mujahidin.

Aku yang belum terlalu paham tentang pahitnya perjalanan
yang konon katanya hidup ini terlalu lucu untuk ceritakan
membuat kita terbahak bahkan tersedak oleh angkuh
yang semakin merengkuh.

Di kota ini pula dihadapkan pada wajah wajah yang asing
yang pandai melipat senyum
yang tiba tiba menghardik.

Esok kita akan melanjutkan perjalanan
mengikuti matahari atau padam sebelum pagi.

Surabaya, 28 Januari 2018.

JIWA YANG MENJADI RESAH

Masih menahan segala
yang menampung resah
dalam perjalanan yang belum usai ini
sebab hari kian menua dan mentari yang selalu baru sebelum ia padam.

Kemarin kita duduk dengan aroma yang sama
memandangi layar kaca yang sama pula
se-sekali memungut kata bijak
yang terjatuh di selokan,
dan kita dibuat mabuk olehnya,
karena jiwa berubah menjadi kecoa.

Lalu engkau mengutuk dirimu sendiri
menjadi patung, sementara ada jiwa yang menunggumu di rumah mengingatmu yang kian tak mengenal arah.

Ia kini hanya memandangi hujan,
berharap dirimu yang terlempar
dari semak belukar
hingga membantah resah yang tunggal.

Surabaya, Tanjung Perak 26 Januari 2018.

MEREKA YANG PUNYA NAMA

Sudah terlanjur jauh bila
harus mengulang lagi
tentang nama nama besar yang berdiri di atas kedudukan yang digagang-gadang mampu mewakili suara rakyat.

Negeri ini-

Tidakkah lebih keji tindakan itu,
dari pencuri ampli, atau sepasang
sejoli yang diarak keliling kampung
karena kedapatan mesum
tak habis di situ kini tinggal cerita.

Jika tentang nama,
tidakkah mereka manusia,
ketika pin garuda bersandar di dada
habislah perkara.

Banjarnegara, 14 November 2017.

Tentang penulis

Nanang Romadi, tinggal di Banjarnegara Jawa Tengah. Nanang R bergabung aktif dalam forum sastra ( KOMSAS SIMALABA) karyanya dimuat dalam antologi EMBUN PAGI LERENGI dan  MAJALAH SIMALABA versi cetak edisi 2-3

No comments