HEADLINE

DI KAMPUNG LANGGAI_ Puisi Puisi Arif Purnama Putra


SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU : EDISI 15

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam. 
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU.
(Bagi karya yang dimuat malam minggu diberikan honorarium, pada edisi ini tidak ada konten video puisi sebab redaksi tengah mempersiapkan penerbitan buku antologi simalaba)



DI KAMPUNG LANGGAI

halimun telah berangkat, landung bukit dan sawah menyulam dingin
di rumah, dinding-dinding kayu menebar aromanya
serbuk kayu bertebaran di lantai yang lembab dan berlumut
“kumbang sering masuk paksa, itu sebabnya kayu-kayu kita banyak lubang”
ibu menerangkan gumam anak,

kemudian halimun pulang selesai subuh,
suara parau dari tukang kaba menggema
“diberitahukan kepada semua warga, pematang sawah jangan diputus lagi”
semakin dekat, dan halimun benar-benar bergantian dengan gumpalan awan

lalu di kampung sepasang mata kekanak mulai riuh melewati jalan setapak,
tidak ada klason dan semeraut kendaraan
hanya sinsing lengan baju dan celana merah setinggi lutut,

di kampung itu, doa dan harap bersatu dari ketertinggalan
yang terlupakan, yang terabaikan!

Pesisir Selatan, 2017


KABAR RASIAN

I
dulu sekali, sebelum akar dijadikan tali oleh orang-orang pintar
suara kurai orang sawah masih terdengar bising, baliho-baliho ucapan selamat hari baik terpampang di jalan-jalan menuju rumah
dusun dan desa yang terpinggirkan menyimpan harap, anak-anak dan ibu bagai perantau malam; menunggu dan menunggu harapan

tapi tetap, yang kekal harus dikembalikan pada empuh-Nya
seperti puisi, ia akan selalu pulang ke rumah duka dengan bahagia

dulu sekali, dikabarkan dari kota-kota tentang pengharapan
propinsi, kabupaten dan kecamatan saling bujuk,
orang-orang pun mulai pandai berbuat baik, menulis kata mutiara dan cerita-cerita inspiratif
“Pahlawan! Pahlawan! Pahlawan! Dialah pahlawan kita tahun ini”
suara tukang toa menggema dan ditulis awak-awak tanpa nahkoda

II
kemudian, tidak ada dulu dan sekarang
hanya ada hari ini dan esok, cangkul dan bakul tetap duduk manis di sawah-sawah
orang-orang berubah jadi jerami, menjagai semua padi-padi
katanya, “kenanganlah suara, kenanganlah suara banzai ini!”

nun jauh dari berita-berita perkotaan; hotel mewah, baliho, himbauan, pengumuman, aspirasi, motivasi, harapan dan segala hal tentang fiksi jadi peluru
orang-orang pintar beraksi, kata-kata diubah sedemikian rupa,
lalu saling menyalahkan, memaki dan menyesali yang terjadi

tapi tetap, yang kekal harus dikembalikan pada empuh-Nya
seperti puisi, ia akan selalu pulang ke rumah duka dengan bahagia

III
di kampung, anak-anak seperti aroma parfum mewah
aroma ini akan keluar setelah melewati sungai, bebukitan dan rawa-rawa
di dua bola matanya kerlip bening tiada tara, kembang bagai bunga-bunga
meski kadang gersang melanda, hujan tidak pernah berhenti menyiraminya
karena mereka terus mendendangkan syair-syair dari kitab Tuhannya,

dulu sekali, sebelum ada hari ini dan lusa, doa dan pengharapan tidak pernah selisih
dia pupuk musim-musim baik dan buruk,
menuliskan setiap fakta-fakta dari kaumnya, bukan adiluhung yang dipadangnya
melainkan derajat di mata manusia yang ingin menjadi manusia,

tapi itu dulu sekali, sebelum ia kembalikan pada empuh-Nya
pun puisi masih jadi ladang kesedihan dan kemelaratan,
lelap bagai a, i, u, e, o dengan igau ra, ri, ru, re, ro
tapi semuanya sudah dikembalikan, setelah ada baliho dan tulisan “pulanglah, sudah terlalu jauh kaki melangkah”

Pesisir Selatan, 2017


KABAR DARI MUSIM HUJAN

Segala yang ringkih tidak lagi ada
Hujan seperti berebut ingin pulang, ingin jatuh pada setiap tanah-tanah lecah dan berlumut
Ia harapkan pagi yang lembab,
pagi yang penuh denga suara katak berkejaran

maka dari itu, segala yang ringkih harus diredam
semua tentang-tentang hujan yang ingin pulang,
juga rinai dan gerimis memberi absen pada setiap mendung yang mendulang dingin

mari berkabar, bagaimana hujan, gerimis, rinai dan gigil membedakan cewang di langit dan gabak di hulu

pesisir Selatan, 2017



ORANG ORANG HILIR

bus itu telah berangkat dari perbatasan menuju kota,
Tapan dan Padang kala itu selalu menyimpan degub penasaran
setiap jam dilalui dusun-dusun nan diam, suara burung hutan dan embun menempel kaca mobil
teriak kenek, serta tak terhingga desak penumpang menuju Padang dari arah selatan

di pemberhentian; loket, SPBU dan rumah makan,
orang-orang hilir sibuk melihat banyak hal baru
“orang hilir ke padang seperti melancong ke luar negeri”
terdengar suara sumbang dari tukang rumah makan

ia sibak gorden-gorden dari dalam bus,
satu, dua, tiga dan sampai dua puluh satu orang duduk mengintip ke luar jendela
“mari turun, kita pembeli, bukan mengemis”
satu kenek dan satu lagi sopir mengajak turun,

orang hilir menggeleng, dan hanya ada wajah pucat yang menyimpan  rasian

Pesisir Selatan, 2017



HARI PEMUKAT

setelah bermudik, musim buruk kala itu menyurati ranah-ranah tak bertepi
semenanjung menyiapkan ombak dangkal, buihnya tidak lagi menyeret reranting
juga kapal-kapal mulai keluar rumah,

pun dengan dekapan, pukat di seret ke tengah lautan
pundak-pundak tegar itu menyilam, dan mengapung bagai sampan-sampan
ia bentangkan dari tengah ke tepian,
tariklah!!

seringai gigi kuning menyilau dari tengah lautan,
tiada takut dan gamang, hanya renang tenang seperti itik salati

Padang, 2017


Tentang Penulis

Arif Purnama Putra, kelahiran 25 April 1992, berasal dari Surantih, Kab. Pesisir Selatan, Sumatera Alumni di STKIP PGRI Padang, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bergabung bersama Komunitas Menulis “Daun Ranting”.Pernah tergabung dalam Antologi 20 Cerpen terbaik lomba PCINU-Maroko, 100 The Competition ASEAN Poem 2017 DEMA FTIK-IAIN Purwokerto “Requiem Tiada Henti” juga juara II LCPA 2 ASEAN 2018 DEMA FTIK-IAIN Antologi Puisi Bogor 2017 “Buitenzorg (Bogor dalam puisi penyair Nusantara),” dan “Nyanyian Puisi Ane Matahari” serta Antologi lainnya. Sekarang juga bergiat pada gerakan Literasi di daerah dengan “Sanggar Kurai Tanjung”, Karya pernah dimuat beberapa media seperti, Haluan, Minggu Pagi, Singgalang, Dinamika News, Rakyat Sumbar, Galeri Buku Jakarta dan beberapa media lainnya.


Catatan Redaksi 

(Bagi semua naskah yang dimuat, redaksi akan menghilangkan atau mengganti kalimat kalimat yang bertentangan dengan advetiser kami : misal kata narkoba, narkotika, perkosa, bunuh, payudara, pantat, alat kelamin dll. kalimat ini tidak bisa dicantumkan karena akan mempengaruhi kinerja situs)

No comments