BERBAGI PENGALAMAN MENGELOLA LAMAN SASTRA DI MEDIA ONLINE _Oleh Redaksi Simalaba
Kami ingin mengawali tulisan ini dengan kalimat seperti ini, "Berlatihlah dahulu, tajamkan dan pantaskan dirimu, suatu saat engkau akan mendapatkan HAKmu"
Tulisan ini terinspirasi dari pernyataan seorang 'CALON PENULIS' di salah satu group facebook. Begini katanya, "Media tidak berhonor, tidak ada apresiasi sama sekali. Mending diposting di blog sendiri dari pada dimuat oleh media yang gratisan..bla..bla..bla.."
Kata kata anak ini sangat kasar sekali, bahkan sangat miris, ia yang mengaku sebagai penulis tetapi mengeluarkan kata kata yang sangat jauh dari kaidah kaidah seorang penulis. Mohon maaf, sebelum lanjut pada narasi selanjutnya, kami yakin ada beberapa dari anda yang terlanjur berkata "ngapain masalah ini dibesarbesarkan, sungguh kerdil, ups..!"
Jangan dulu menilai seperti itu, sebab anda belum selesai membaca tulisan ini. Mari kita lanjutkan dulu.
Begini. Kami bukan hendak mengangkat sebuah peristiwa yang sepele menjadi krusial, tetapi dalam konteks ini, kita semua jadi menangkap ada sesuatu yang menarik dari statement anak muda yang baru menuju dewasa itu. Suatu yang menarik tersebut adalah, bahwa ada sebuah ketidak pahaman massal dari kita semua akan eksistensi sekaligus konotasi sebuah media online di dunia saat ini. Kekeliruan -pemakna-an tersebut yang menarik untuk diuraikan di sini, tentang apa itu media online? Kenapa bermunculan media online yang memberi ruang untuk peminat sastra tanah air? Apakah membuat media online itu mudah? Bagaimana pengunjung? Bagaimana, bagaimana, dan seterusnya?
Baiklah. Kita mulai. Dengan ramainya media online yang mewarnai jagad kesusastraan tanah air saat ini, sebenarnya merupakan berita baik buat kita. Jangan terkejut, apalagi menghujat dengan upaya untuk melemahkan mereka. Kehadiran situs situs online saat ini adalah sebuah jawaban bahwa ada sebuah era baru dalam jagad kesusastraan kita. Ada gerakan hijrah yang berkoloni untuk melihat aspek lain terkait wahana publikasi. Ada dunia yang menjanjikan untuk meramalkan nasib sebuah karya cipta serta hakikat sebuah karya agar sampai pada pembacanya.
Ini sebuah fenomena yang suka atau tidak suka akan melintasi kita. Tetapi dalam simulasinya membangun sebuah media online itu tidaklah mudah. Menulis itu sulit, tetapi limit sulitnya tidak membutuhkan waktu hingga satu tahun untuk menghasilkan satu judul karya. Tau, kah, anda? Bahwa sesungguhnya membuat sebuah ruang siar untuk karya karya tersebut jauh lebih sulit. Sedikit berbagi pengalaman, media Simalaba, berproses dalam kurun waktu lebih dari 2 tahun untuk menemukan sebuah konsep serta formula yang tepat untuk konsisten di depan publik. Jatuh bangun, huru hara, polemik, sudah pernah semua kami telan.
Untuk bercita cita tegak konsisten jangka panjang, sebuah media online mesti berproses dalam jangka waktu yang juga panjang. Mempelajari desain html (komponen paling penting dari sebuah situs online), mempelajari templet, membangun kepercayaan publik, membangun komunitas, membentuk basis pengunjung, dan yang pasti mencari pengelola yang giat serta aspek aspek finansial yang semuanya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Sekedar berbagi pengalaman dan sedikit kiat buat semua sahabat yang saat ini baru memulai rilis sebuah media atau situs online. Situs kami www.simalaba.com telah memiliki beberapa advertiser atau pihak ketiga yang menjadi sistem aplikasi periklanan. Di sini aspek finansial kami upayakan untuk bisa muncul secara maksimal. Kami berharap angka kunjungan terhadap situs bisa menjadi trafic yang mendatangkan pemasukan redaksi. Tetapi apa yang terjadi? Jauh panggang dari api. Program program siar sastra yang telah kami bangun dalam kurun waktu 2 tahun lebih hasilnya masih nihil. Publikasi SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU yang awalnya dipublis pada situs www.wartalambar.com selama 100 edisi lebih kemudian dialihkan ke situs www.simalaba.com hingga saat ini traficnya sangat rendah. Sangat berbeda ketika kami melakukan uji coba pada situs siluman yang memposting tulisan-tulisan di luar sastra, dollar yang didapat meningkat tajam. Kenapa bisa begini?
Rupanya angka pemasukan sebuah media dari hasil siar sastra di negeri ini sangatlah belum memadai. Tidak cukup untuk membayar honor satu penulis dalam setiap minggu, meski dengan nominal rupiah yang paling rendah sekalipun. Pantas jika banyak media cetak yang kemudian menutup rubrik sastranya, lalu menggantinya dengan iklan. Jika anda menganggap uraian ini meng-ada ada, silakan bertanya pada media manapun di negeri ini, baik cetak maupun digital. Massa dari peminat sastra itu masih sangat minimal, dibandingkan bidang bidang yang lain. Lalu kenapa masih ada media media yang tetap mempertahankan laman sastra? Jawabannya cuma satu: karena di media tersebut masih ada orang yang mencintai sastra, atau masih ada orang yang mengambil peran sebagai redaktur sastra, walaupun jumlahnya sangatlah minimal.
Sungguh sebuah fenomena yang menggembirakan bila ada situs situs baru yang menetas ke jagad ini kemudian dengan berani membuka laman sastra. Ingin kami katakan bahwa ini sebuah keberanian. Lah, lalu apa hasilnya untuk media media tersebut?
Hasil dari aspek finansial bisa dipastikan tak ada, tetapi mereka berani muncul tak lain karena derasnya kecintaan mereka pada dunia kesusastraan. Simalaba sendiri sudah tak asing dengan google adsense, salah satu sayap bisnis yang jadi penghubung antara publisher dengan pihak pemasang iklan yang dalam konteks ini disebut advertiser. Tetapi seting dan mengendalikan aplikasi ini bukan sesuatu yang mudah, celakanya, jika dipasang di situs sastra hasilnya nihil. Pendapatan harian tidak pernah menyentuh angka 1 dollar sementara saldo bisa dicairkan minimal setelah mencapai 100 dollar. Itu juga tidak gampang. Pencairan pertama dari sebuah akun mesti menunggu dulu kiriman PIN dari perusahaan perwakilan google yang berkantor di Kota Manila, Filipina. Dengan disertai sebuah keahlian khusus dalam mengelola seting pada akun ADS.
Lalu bagaimana trik Redaksi Simalaba agar bisa mendapatkan income untuk membiayai program program redaksi agar tetap konsisten untuk turut meramaikan sastra Indonesia, ini ilmunya: kami memiliki beberapa situs berbahasa asing yang mengulas isu isu global. Dari sini unit unit iklan kami bisa berfungsi lebih baik, dari sini kami bisa mendapatkan sedikit dollar walau jumlahnya belumlah seberapa. Jadi, jangan pernah anda berpikir, bahwa bila sebuah media online baru muncul lantas sudah langsung banyak pemasukan. Sesat pikiran itu. Kalau pun mereka nekat membayar penulis, itu bukan uang dari hasil situs (apalagi uang dari pengunjung yang membaca tulisan anda) tetapi honorium tersebut pasti, dan pasti, dirogoh dari kantong pribadi.
Akhirnya, Simalaba mengucapkan SELAMAT DATANG bagi teman teman aktivis media yang masih nekat untuk menjadi ruang siar bagi sastra Indonesia. Semangat terus. Semoga para crew anda sehat dan mendapat limpahan rahmat dari tuhan. Ayo kita melangkah sama sama dengan segala kesulitan kita.
Salam Kreatif Mandiri
No comments