MENYELAMATKAN DIRI_Puisi Puisi Maulidan Rahman Siregar ( Semarak Sastra Malam Minggu )
SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU : EDISI 16
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 7 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) untuk dipublikasikan pada setiap sabtu malam.
kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SEMARAK SASTRA MALAM MINGGU.
(Bagi karya yang dimuat malam minggu diberikan honorarium sepantasnya)
MENYELAMATKAN DIRI
Menyelamatkan diri dari kesepian
Aku diskusi dengan puisi
yang lekat di tubuhMu
kujalin doa-doa
kusimpul malam-malam
kata-kata telah ke langit
mengetuk pintuMu
dengan susah payah,
kehabisan tenaga. Aku tak mau
berhenti. Tak mau istirah
oh, adakah sampai
di kakiMu
angin yang kutiup kuat?
2017
BERI AKU HANTU
beri aku hantu
karena aku ingin digoda
beri aku hantu
karena malam sunyi belaka
dalam terang lampu kota.
aku selalu terjaga
Januari, 2017
WAHAI KESEPIAN
dari mana kau datang wahai kesepian
siapa yang mengutusmu
jarak adalah kisah yang membosankan
bila diceritakan oleh malam
Tuhan sayang, kala pertemuan adalah
makhluk yang hanya kalah tipis dari surga
mengapa Kau perkenalkan perpisahan
Pariaman, 2014
MENJELANG HARI LAHIR
menjelang hari lahir
kopi masih satu-satunya
sebagai kekasih yang selalu pulang
ke pangkuan
birunya kata-kata
selamat bahagia
semoga segala
Januari, 2016
MENGUNDUH MASA LALU
mengunduh masa lalu, tak
semudah menyusun kata-kata.
kepada masa lalu, puisi
kembali menjemput mulanya
kisah murung kata-kata
yang luput dari manusia
ceritakan lagi bagai mana mentari
terbit terbenam, angin-angin lalu
lalang dan pepadi hijau kuning
pada bayi langit
pada induk malam
pada segala
pada cahaya bulan dan bintang
kita minta terang
untuk dibawa pulang
Februari, 2015
LAGU MEMINTA HUJAN
ya Tuhan, jangan kasih tidur Mikail
jangan beri lupa Mikail
hujankanlah kami
hujanilah bumi
di mana aku sekarang
di mana aku sekarang
semuanya tak jelas
semuanya tak tampak
semuanya bersembunyi
semuanya di mana
Ketaping, Januari 2015
MENUJUMU
Melangkah lebih awal
Berjalan lebih jauh
Berlari sekencang-kencangnya
Tak lelah untuk bermimpi
Tak lelah untuk berbagi
Bersama merangkai bunga
Menuju hatimu
Menuju akalmu
Mendapatkan organ tubuhmu
Padang, 12 Juli 2010
PAYUNG TEDUH
; Menonton Konser
demi Payung Teduh di atas
panggung, yang, diiringi orang
kota, aku menepi.
aku temui juga kau
ke arah sembunyi, di kaki selokan
ini.
pohon kota dan lampu-lampu
jadi saksi, bahkan di waktu sebegini gelap
puisi masih termasuk salah satu cara
menziarahi kamarmu
lahirlah sebiji puisi
kusunting-sunting sedikit
hai, sudah purnakah senyummu?
2016
HARI LALU
yang jauh akan pulang
seperti masa lalu dalam ingatan seseorang
tak ada tempat bagi yang pergi
melainkan kembali
seperti kemarin pada hari ini
padi masak sore hari
burung gereja pulang petang di masjid-masjid
angin menemui sarangnya
senja menyembunyikan hari esok
dalam cahaya merah saga
2015
DENGANMU
denganmu, aku ingin
lebur menjadi kisah
non-fiksi, sayang.
puisi teramat bahaya,
cerpen adalah keharuan,
dan novel adalah penderitaan
berkepanjangan.
denganmu, aku ingin
lebur menjadi kisah
non-fiksi, sayang.
segalanya nyata, tak
lagi pura-pura.
Pariaman, 2014
KATA-KATA YANG BELUM SELESAI
dibantu para peyair
masa kini, kau akan selalu
jadi bait lagu yang nyinyir
tentang bagaimana menunggu
waktu yang tepat untuk merindu
seperti embun kepada rumputan
yang kubisa cuma datang dan pulang
Odop, 2016
PENERBANGAN
pada jeda waktu di antara lepas landas
dan mendarat, kau jual nyawa
yang selama ini kau pertahankan
kau jual kota-kota yang kau bangun
satu senyuman manis –untuk telepon
pintar dan internet yang tidak berfungsi
aku kira pada ketinggian itu
kau benar ikhlas dijatuhkan
bersama hujan
dan di antara air mata
muntah-muntah sebuah doa
doa paling purba!
2016
PADA SUATU HARI NANTI
; Meminjam Judul Puisi SDD
kekasih, bait-bait sajak yang rencananya
kuhibahkan ikhlas untuk penambah manisnya wajahmu
telah dicuri Sapardi sedari dulu,
mati aku!
saksikanlah, kekasih
hujan-hujan kita yang basah kukisahkan
rupanya telah berlayar ke seluruh samudera
jadi musikalisasi puisi di kafe-kafe, ah!
percuma, percuma bila puisi ini jadi
kau tentu beranggapan kalau,
kalau aku hanya
kau lalu menguburku, dan sibuk mewujudkan
mimpimu jadi artis dangdut ibukota,
penyiar radio yang tahu banyak hal,
blogger travelling, yang banyak menyimpan
daun-daun sebagai resep makanan, yang
tentu –tidak ada akunya.
tapi, izinkanlah aku usaha kekasih
"pada suatu hari nanti
aku menjadi hujan untukmu
di mana kau bisa dengan fasih
menyembunyikan air mata dalam puisi dan doa-doa"
2015
Tentang penulis
Maulidan Rahman Siregar, lahir di Padang, 03 Februari 1991. Bekerja dan menetap di Padangpariaman. Puisinya tersebar di beberapa media, seperti: Republika, Haluan, Rakyat Sumbar, Duta Masyarakat, Waktu, Koran Pantura, Metro Riau, Mata Banua, Singgalang, Padang Ekspres, Palembang Ekspres, Radar Surabaya, Radar Bojonegoro, Samarinda Post, Banjarmasin Post, Lombok Post, Sumut Pos dan Medan Pos.
No comments