HEADLINE

BIOGRAFI RASA NGILU_Oleh: R TIA (Penulis adalah pegawai Poltekkes Banten)




BIOGRAFI RASA NGILU
(Oleh: R Tia)

Pernahkah terlintas dalam pikiranmu. Seperti apa rasanya terbangun pada suatu pagi yang aneh, di hari yang jatuh di tanggal entah di sebuah instalasi gawat darurat Rumah Sakit yang lupa diberi nama apa. Nyeri hebat menjalar dari ujung rambut hingga kaki sementara kedua pergelangan tanganmu kaku terpasung tali infus, ventilator dan entah alat bantu apa lagi yang menempel memenuhi sekujur tubuh.

Samar matamu menangkap jejak jejak darah juga rintih kesakitan. Kesibukan orang orang berseragam yang lalu lalang, derit kursi roda dan suara kran yang bocor yang lupa dibetulkan. Uh, apa sebenarnya yang terjadi? Susah payah kau membangunkan ingatanmu mencoba membawanya ke tempat yang lebih terang. Astaga. Bukannya tadi kau tengah bersenang senang dengan para kolega? Merayakan kemenangan karena keberhasilanmu menyingkirkan sainganmu sekaligus mendapatkan promosi kenaikan jabatan yang sejak lama kau incar. Engkau mencoba mengingat lebih banyak lagi, lebih jauh lagi tapi kenapa justru pikiranmu terkunci di dalam kotak? Bahkan untuk mengingat namamu saja kepalamu terasa berdenyut. Semakin kau berusaha keras semakin hebat sakit yang terasa. dunia serasa berputar.

Sembari kau terus berpikir tiba tiba peralatan medis yang terpasang di tubuhmu berbunyi tak beraturan, suplai oksigen di otakmu sepertinya mengalami gangguan. Terdengar derap orang orang berlarian meneriakkan kode kode yang satupun tidak kau mengerti. dan pembuluh pembuluh darah venamu menjerit karena berulang kali mesti berkelahi dengan jarum suntik.

Kau mencium bau kematian mendekat juga tatapan sepasang mata malaikat merupa rasa dingin yang secara diam  menghisap ketegaranmu pelan pelan.

Lalu apa lagi yang bisa kau ingat? Ketika bayangan wajah-wajah di sekelilingmu semakin memudar dan pasi juga suara-suara yang semakin menghilang menuju kejauhan.

Itulah hidup, kita tidak pernah tahu seberapa jauh jarak antara kita dan kematian. Di setiap lekuk perjalanannya kita bisa saja tersandung lalu terdampar dalam situasi ekstrim yang berbeda. Sesuatu yang tidak pernah kita sangka, nasib setiap saat bisa saja berbelok menjadi 180 derajat, membuat kita tiba tiba mesti berurusan dengan hal hal berbau medis, rangkaian pemeriksaan diagnostik bahkan vonis kematian sekalipun. Tak peduli apakah statusmu sebagai pejabat, orang kaya ataupun hanya sekedar orang biasa.

Kita boleh bangga dengan jenjang pendidikan, jabatan serta status sosial yang kita miliki, wajah yang cantik serta riwayat catatan perjalanan kesehatan yang baik. Tapi percayalah itu semua tidak bisa menjamin apapun sebab nasib mempunyai caranya sendiri untuk menemui takdirnya. Umur bahkan tidak harus menunggu kau jatuh sakit dan tidak pula harus menunggu engkau menua. Apa saja bisa diambil dalam kehidupan kita bahkan orang orang yang kita cintai sekalipun

Jadi kenapa mesti silau oleh sebuah jabatan juga pujian bahkan tepuk tangan. Tak ada yang abadi di dunia ini dan celakalah jika sepanjang hidup yang kita jalani ternyata hanya mengumpulkan sumpah serapah dan caci maki orang orang yang haknya pernah kita aniaya atau yang tersakiti hatinya karena sikap dan lisan kita. Dan Tuhan tak pernah tidur.


Berbahagialah orang yang mampu menjadi cahaya bagi orang orang di sekelilingnya sebelum Tuhan benar benar mengambil apa yang sejatinya hanya dipinjamkan kepada kita. 
(Penulis adalah pegawai Poltekkes Banten dan staf redaksi Majalah Simalaba)  

No comments