Edisi Kamis, 10 Agustus 2017_ PUISI PUISI SURATMAN KAMALUDIN (Waytenong-Lampung Barat)
Dari Redaksi:
Kirim Puisi, Esai, Cerpen, Cersing (Cerita Singkat) untuk kami Siarkan setiap hari ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com beri subjek_LEMBAR KARYA HARIAN MAJALAH SIMALABA
PUISI PUISI SURATMAN KAMALUDIN
SERIBU WAJAH
Lengkingan penggetar jiwa
sederet wajah-wajah memelas
merancau bahasa tak jelas
percuma!, hanya itu yang terucap.
Mata Pertiwi berkaca-kaca
melihat penghuni ujung negri
suara minor sudah tak berarti
Laksana pembungkus nasi sudah tak terpakai lagi.
Tangan-tangan baja kian merambah
memipih mimpi yang tak berdaya
memenjarakan semua cita-cita.
Satu nama seribu wajah
hadir membawa harapan palsu
tutur sapa ramah menghujat
berkado salam dari puncak negri.
Lampung Barat 8 Agustus 2017.
RIMBA CINTA TERLARANG
Langkah memacu memburu
menyibak semak saling bergenggaman
onak duri menanti bergiti-giti
ingin mencium telapak kaki.
Telusuri lumut lemas penghias cadas
taklukan ludai penghuni goa-goa raksasa
tepis jauh bisikan dosa
samarkan dengan rayu-rayu semu.
Desah noda menggeliat kian bertambah
percikan embun petaka mulai nampak nyata
terus kutampik walau saku dada memekik.
Napsuku puas hasrat memanas
diamkan hati menangis
aku kian jauh tersesat dari garis beradap.
Rimbaku huni rimba terlarang
cintaku berlabuh didermaga nista
rindu kutanam berbuah karma
ah!. sungguh aku.
Lampung Barat, 8 Agustus 2017.
bergiti-giti(berderet-deret)
ludai(ular yg sangat besar)
PENGOBAT RINDU
Daraku,
engkau telah lama menjauh
bermukim entah dimana rimbamu
lelah langkahku menelusuri lembah rindu
adakah kau tau tentang rasa itu.
Daraku,
sekalipun cintamu telah terbenam
sayangku masih tertanam
kiranya namaku sudah terhapus
kasihku takan pernah pupus.
Daraku,
jangan perna malu datang padaku
mengadu dan menangislah dalam dekapku
andai ada belati menyayat hati.
Bersandarlah dipundak rapuhku
aku sabar mendengar cerita deritamu
kanku balut luka-lukamu
dengan perban cintaku.
Aku selalu ada untukmu
biarkan aku menjadi obat lukamu
karena kau adalah rinduku.
Lampung Barat, 8 Agustus 2017.
SERAUT WAJAH
Samar melintas di pelupuk mata
wajah indah sebening kaca
merdu suara sapa menggoda
rayu-rayu menyeruak relung dada.
Takkan lepas dalam ingatanku
kau masa laluku
kau juga masa depanku
sekalipun kutau semua itu semu.
Mengapa hadir kembali
disaat aku kian jauh menepi
masih kurangkah luka yang kau beri
atau hanya singgah mengiris hati.
Lampung Barat, 8 Agustus 2017.
TERSESAT
Tercipta oleh paduan dua jiwa
saling mengikat di atas altar sumpah
bunga mekar berbisik mesra
api cinta menyulut sumbu mahkota
aku tumbuh dan beranjak dari buah kasih
belajar berkata meski terbata-bata
berlatih melangkah walau tertatih-tatih.
Aku merangkak menjelang senja
jalan cadas menyapa culas
sabar menuntunku ke lorong keras
remajaku remang berwarna belang
aku yang lugu mulai pandai tipu-tipu
terhempas Akhlak terkelupas Aqidah
pendamping raja lembah sesat
menepi jauh dari unggah ungguh
hati berkarat sudah tak tersentuh
tebenam karam lumpur pekat
lusuh kumuh aku berteduh.
Ingin aku pulang kerahim ibu
terlahir lagi menata dunia baru
bersihkan diri dari butiran debu
sekalipun kusadari, tak mungkin itu terjadi.
Lampung Barat, 8 Agustus 2017.
ANAK BAWANG
Ikat mengikat simpul jerat
kawat berlipat saling mengerat
menikung riung wacana apung
suara elang di puncak gedung.
Tikus-tikus di dasar jurang mengerang berteriak lantang
angkat kami kelumbung padi
kami sudad lelah dengan semua ini.
Tidak jeritan perna kan sampai terngiang
karena elang bertengger di dahan langit.
Lampung Barat, 9Agustus 2017
Tentang Penulis: Suratman Kamaludin, tinggal di Way Tenong Lampung Barat. Ia bekerja sebagai buruh, Suratman Kamaludin belajar menulis secara autodidak, dan didukung oleh sebuah Komunitas dunia maya yang diasuh beberapa narasumber SIMALABA.
No comments