Edisi Jum'at, 11 Agustus 2017_ PUISI PUISI KADRI USMAN (Halmahera-Maluku Utara)
Dari Redaksi:
Kirim Puisi, Esai, Cerpen, Cersing (Cerita Singkat) untuk kami Siarkan setiap hari ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com beri subjek_LEMBAR KARYA HARIAN MAJALAH SIMALABA
PUISI PUISI KADRI USMAN
LELAKI MELANKOLIS
Rupaku segala angin
Memungut debu-debu
Di rimbaku angan-angan
Tak ku tahu sedalam itu aku hilang
Di samping jalan, hujan
Daun-daun gugur
Sepi itu bajingan
Segala angin terkubur
Halmahera Timur, Agustus 2017
KITA TAK PUNYA KEPENTINGAN APA APA
Barangkali kita pernah bertengkar dengan kata-kata
Tetapi kita tak punya kepentingan apa-apa
Suatu hari nanti kita akan kawin
Lalu melahirkan sekumpulan musim dan melupakan urusan mereka
Biarkan mereka menjual muka
Mewaspadai kata-kata
Kita tak punya kepentingan apa-apa
Hidup terlalu singkat untuk melepas ini suka cita
Halmahera Timur, Agustus 2017
MANISKU JANGAN MALU
Manisku aku ini anak dari ibu yang di sebut derita
Lahir dari rahim segala duka
Para kecoa yang terlupa
Itu kawan kita
Manisku jawab tanya mereka
Aku binatang melata
Jauh dari baju dan rumah mewah
Tapi kita enggan bersumpah untuk dusta
Manisku jangan malu
Sebab tuhan maha tahu
Segala susah
Punya upah
Begitu juga kita
Mengapa harus malu?
Kita merajut tulus
Sederhana penuh cinta
Enggan menjadi tikus
Menolak rakus
Meski aku ini binatang melata
Halmahera Timur, Agustus 2017
SENDIRIAN
Meniti sunyi
Ini jalan lupa kembali
Di dunia hampa
Sorga kemana?
//
Meniti sunyi
Aku ingin kembali
Padamu rumah segala ramai
Tempat pembaringan hatiku. Terakhir kali
//
Aku lelah meniti sunyi
Jemput aku kembali
Di sini
Sebelum mati. Mendahului
Halmahera Timur, Agustus 2017
RINDU
Aku adalah rindu yang manusiawi
Ini diri cinta seluruh
Walau terkadang duka maha perih
Menulis air mata meniti
Sekelompok burung menerbangkan angin
Memungut serpih-serpih puisi
Membungkusnya dalam kepompong
Secara sadar: padamu rinduku kembali
Halmahera Timur, Agustus 2017
RESAH
Kita puisi yang menjerit di tanah gersang
Air mata adalah angin yang menggugurkan darah pada tiap jeritan
Siapa yang berani mengusap tangisan?
Siapa yang melawan ketakutan?
Adalah puisi yang pecah jadi rintihan mengudara
Adalah puisi yang membakar kaki, rumah dan tempat ibadah
Adalah puisi yang setajam peluru menembus jantung orang-orang tak berdosa
Adalah puisi yang gemuru resah dalam letusan bom dan jeritan kaum lemah
Oh palestina daun kering yang resah
Ranting damai berguguran dalam harapan
Nyawa bernyanyi sunyi berkeliaran
Tetapi siapa yang paling rasa, yang paling resah?
Halmahera Timur, Agustus 2017
RANUM
Seperti malam yang tertidur di pelupukmu
Rintik-rintik rindu yang di kirimkan hujan menyusun tabah
Kata-katamu yang ranum
Di terbangkannya kupu-kupu
Di serahkannya pada dunia
Sebelum akhirnya terbungkus dalam kepompong
Halmahera Timur, Agustus 2017
LELAKI HUJAN
Aku lelaki hujan
Menciptakannya butir-butir tetes menghadirkannya bulir
Lalu menjadikannya buih; abadi
//
Aku lelaki hujan
Mengundangkannya awan-awan
Menumbuhkannya tanaman
Menjadikannya bunga
Lalu melayang pada jatuh; gugur
//
Aku lelaki hujan
Di hilangkannya segala debu-debu
Di basahkannya segala tanah
Lalu di jadikannya genangan; rindu
Halmahera Timur, Agustus 2017
JARAK ITU: SEJATINYA CINTA
ENTAH PISAH ATAU BERSAMA
Aku masih lelaki yang merawat tabah
Di hajarkannya segala luka-luka oleh jarak dan pisah
Meski sejuta kali lagi rotasi purnama
Di bawah purnama asa tetap ada
//
Yang aku takutkan bukan soal kau yang tak berkabar
Atau rindu yang tak ber-altar pada ketika aku meminta
Sebab segala pisah hanya titipan rindu semata-mata
Kelak aku tetaplah lelaki merdeka
//
Entah
Itu karena pisah
Ataupun nikah
Halmahera Timur, Agustus 2017
CINTA
Terkadang, hanya melalui ini aku bicara
Dalam aksara, ku benamkan segala rasa pula asa
Padanya kata-kataku bersayap
Membawamu terbang ke udara
//
Terlalu pagi aku memutuskan ini cinta
Hingga duri-durinya menagih air mata
Entahlah
Padanya seribu musim, masih ku sebut rasa; cinta
Halmahera Timur, Agustus 2017
DALAM SEPINYA GUGUR
Daun pohon yang jatuh melayang
Meninggalkan rindu yang tak tabah menyusun kenangan
Di lupakannya rimbun yang susah payah menanti abadi
Sebelum akhirnya mati
Adalah hujan yang paling bisa membungkusnya dalam harapan
Dalam kenangan sebelum ketiadaan
Halmahera Timur, Agustus 2017
RIMBA DI UJUNG JARUM
Hujan yang diciptakan di mataku
Membawa seribu musim di dadaku
Orang-orang menyebutnya patah hati
Tapi aku membilangnya duka abadi
Hidup adalah sepasang kawin
Melahirkan rimba di ujung jarum
Menjahit tawa menjadi luka-luka
Menyulamnya menjadi bunga
Barangkali puisi bertengkar di kepalaku
Memesan gugur yang tersungkur
Atau ranum yang mengabur
Menjamur
Halmahera Timur, Agustus 2017
Tentang Penulis: Kadri Usman, tinggal di Halmahera Timur, ia salah satu nominator Simalaba Award 2017
No comments