Sastra Hari Ini_PUISI PUISI DEFRI ANDI PITOPANG (Sumatera Barat)
Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE MAJALAH SIMALABA
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)
PUISI PUISI DEFRI ANDI PITOPANG (Sumatera Barat)
JANGAN PATAHKAN CINTAKU
Kau suruh aku membuka tudung bertilam emas
Di hadapan para kekasihku
Rupanya gurun sedang terbakar
Sehelai daun akan jatuh
Melayang pergi
.
Lalu airmata jatuh menitik
Kala aku merindukan matahari
Dan kau pun meridukan bintang-bintang
Berharap pasir kau lewati bernyanyi
Lalu wajahmu menghiba
.
Ketika mimpi kusedang di awan
Tiba-tiba kau turunkan hujan
Lalu aku terbangun
Ketahuilah kita adalah kekasih yang saling menyayangi
Seperti senja yang luruh
Di ranting-ranting yang bisu
.
Dalam hatiku ada riak-riak air
Yang masih belum mengalir
Bagai angin sepoi-sepoi disiang hari
Bagai kata yang belum terucapkan
Dengarlah wahai kekasihku
Tiupan yang kau bisikan jelas mematikanku
.
Dan janganlah taruh cintamu di tepian jurang yang dalam
Mari duduklah bersamaku
Di beranda hati ini
Kita rasakan gemersik dedaunan berbisik
Dan aku tak mampu memilih
Antara dirimu dan dia
Indarung, 12072017
SEMPURNA
Gelap
Matinya daun
Lingkar melambat
Kabut sembunyikan matahari
Diamlah
Semut-semut berdoa
Waktu mencuri keabadian
Zaman silih berganti
Hidup
Cinta
Mati
Berlalu dalam kerudung pengantin
Awan pun menyudut
Bunga terima debu
Akar menjulang ke langit
Musim panen tiba
Suara pun menggema
Aku lemparkan bayangan
Pada lampu yang belum menyala
Kematian kandas
Berakhir sempurna
Lalu bukit teriak
Pintu tertutup
Pdg, 05072017
SURAT CINTAKU PADA AMAK
Berurai salam dalam linang air mata
Kutulis surat buat amak
Bertintakan rindu-rindu
Pada kain sajadah kurangkai kata-kata
Setiba suratku ini semoga amak bahagia
Berharap para malaikat membacakannya buat amak
.
Amak, surat ini hanya sepenggal doa
Yang tak bisa kutulis panjang lebar
Disetiap malam
Aku selalu merindukan amak
Rindu akan belaian amak
Rindu akan masakan amak
Rindu juga akan omelan amak
.
Amak, apakah engaku merindukan anakmu
Entahlah
Amak, kini anakmu ini telah benar-benar hanyut
Hanyut dalam dunia fana ini
Tiada lagi kokoh tanganmu
Memegang saat aku terjatuh
Tiada lagi nasehat terdengar
Saat aku kehilangan arah
.
Amak, surat ini aku titip
Kala bidadari turun mandi
Dan kuselipkan di selendangnya
Tanpa ia tahu
.
Amak, begitu kau dengar jejak langkahnya
Memasuki pintu-pintu itu
Segeralah ambil suratku
Jangan tunggu waktu berlama-lama
Sebab aku takut
Iblis akan merampas suratku
.
Amak, kiranya aku sudahi dulu sampai di sini
Aku tak sanggup menulis surat terlalu panjang padamu
Dan ini pun airmata rindu tak mau berhenti
Aku takut surat cintaku padamu akan terhapus terkena tetesan airmataku yang jatuh
Amak aku rindu Amak
Padang, 18062017
ANAK ANAKKU
Berjuta pohon karet
Getah tak lagi mengalir
Dan sebilah belati pun tumpul
Anakanak tetap bahagia
Duduk di atas debu
Bermainlah nak
Terus bermain, dengan patahan ranting itu
Tersenyumlah nak
Terus tersenyum, pada ranting kecil itu
Jangan kau memandangku
Nak
Lupakanlah kepingan uang berlumpur
Dan tongakat-tongkat
Temukan apa saja
Dan buatlah permainan sendiri
Yang menyenangkanmu
Nak
Aku akan menghabiskan waktu sendiri
Pada apa yang tak didapatkan
Dan perahuku akan terus berjuang
Mengarungi lautan hasrat
Hingga terlupa
Bahwa aku pun sedang memainkan permainan
Nak
Bicaralah sesuka hatimu
Sebelum bicara itu dilarang
Aku tetap mencintaimu
Bukan karena kau kecil
Tapi karena kau adalah anakku
Nak
Betapa berharganya kau
Jangan bandingkan kesalahan dan kebenaran
Ketika aku menghukummu
Itu bagian dari wujudku
Nak
Kini aku menitikan air matamu
Dan hati kumenangis bersamanya
Sebab hanya aku yang punya hak
Atas dirimu
Dan hanya aku boleh menghukummu
Dari orang yang mencintaimu
Indarung, 01,10,2017.
HAMPA
Tegak di bawah bayang
Kosong dalam harapan
Senja mengangkat matamu
Mencebur penuh harap
Pujian tak lagi mengidung
Dalam derai airmata
Tak ada bahagia
Tak ada sentuhan
Malam masih diam
Terpencil bersama angin
Pergilah di ambang nan abadi
Biarkan mata menatap rindu
Melalui wajah derai airmata
Dari bunga yang tak lagi mekar
Yang nyaris pupus
Masa tak akan pernah kembali
Pergi bersama waktu pagi
Hilang bersama waktu malam
Bagai bayang-bayang dan api
Bercampur dengan kesuraman debu
Jangan kau datang dalam hening
Patung dalam diriku telah mengering
Kemana lagi hendak kau bawa waktu
Sedangkan syair berlalu dengan sendirinya
Kata-kata ini telah habis memujamu
Keinginan pun tak ada lagi
Runtuhkanlah semua pengharapan
Dalam waktu yang terlupakan
Dan bawalah bunga-bunga ini
Walau belum waktunya
Biarlah kuhabiskan waktu bersemedi
Dari sekarang hingga seterusnya
Sampai penghujung hari
Dalam sungai yang kecil
Hingga kematian mengetuk pintuku
Indarung, 30092017
Tentang Penulis
Defriandi Pitopang, lahir 12 Desember 1979. Sejak kecil hobby menulis puisi, saat ini bekerja di PT SEMEN PADANG bagian unit K3LH/SHE. Buku puisi yang telah di terbitkan bersama Rumah Literasy adalah SIMFONY PAGI, dan antologi GUGUS WAKTU, sekarang aktif membina grup sastra BUMI MANDE BAPUISI.
No comments