HEADLINE

24 PUISI ARI VIDIANTO_Sungai Cinta

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)



PUISI-PUISI  ARI VIDIANTO

Senyum Itu

Senyum itu
Mengingatkan luka
Luka batin yang masih menganga

Senyum itu
Tak lagi menarik
Karena jiwa telah tercabik

Senyum itu
Tak lagi kuingat
Karena hati telah sekarat

Lumbir, 12 April 2016

Merana

Kumerana kuterluka karenamu
Hati ini teriris rasa sepi
Sakitnya sakitnya perihnya
Tak akan pernah terobati

Mengapa mulut manismu
Berubah liar dan terpaku
Tawa liarmu hentakan kalbu
Merana sudah bahtera jiwaku

Lumbir, 12 April 2016

3. Harum Tubuhmu
Harum tubuhmu
Masih terasa olehku
Walau kini kau telah pergi
Menggoreskan luka di hati

Meninggalkan rasa rindu 
Yang terhalang aturan waktu
Dapatkah kau kembali padaku
Seperti dahulu pada masa lalu

Lumbir, 12 April 2016

Rasa Merona

Hias hari berbalut luka
Luka di jiwa yang menganga
Irisan sepi ilalang terbang
Tertiup angin yang kencang
Gejolak panah asmara
Melesat perih lajur dunia
Terjerembab memori tertikam
Lalu hilang rasa merona

Lumbir, 14 April 2016

Nurani Suci

Liku terjal jurang tercuram
Membawa emosi dari langit
Suara alam menggemakan derita
Hingar binger terperih pemilik jiwa
Jembatan kebaikan tersuci
Tempat meniti langkah berbudi
Liar kabut jiwa ini sembunyi
Menggemparkan nurani suci

Lumbir, 14 April 2016

Rapuh Kata

Senda gurau gelitik cinta
Menikam rapuh suara jiwa
Batin meronta kalbu ternoda
Kemuliaan bertahta merona

Raut muka mengulum sukma
Nampak indah gelora membara
Redupnya samara bayang
Berdentang irama rapuh kata

Lumbir, 14 April 2016

Hembusan

Pilar rindu mengokohkan cinta
Redup asa melambung dunia
Terangnya hari bergulir sepi
Mendekap baying penuh emosi

Hikayat hari meluaskan elegy
Terlelap hanyut mengukir jiwa
Hembusan waktu hembuskan nestapa

Lumbir, 15 April 2016


Sungai Cinta

Sungai cinta berarus dusta
Aliran air beriak nestapa
Bergenang gelombang riuh riak
Merintih suara dasar sungai

Getarannya samar dan menderai
Luka-luka cinta tenggelam
Kisah kasih telah runyam
Bersatu dengan keruhnya kepedihan

Sokaraja, 15 April 2016

Penuh Semangat

Berhimpit sunyi
Sinar itu kian melemah
Rimba kelana tersesat sepi

Kemilau binar-binar kesucian
Merobah tikam waktu bergulir

Lentera hati telah kosong
Terlena dusta dan nestapa
Kehampaan ini menghempas
Gertak hari berapi-api
Penuh semangat yang terpatri

Sokaraja, 15 April 2016


Terbit Cinta

Terbit cinta meredup
Hasrat hati tertutup
Tarik ulur waktu
Menghentak ulu kalbu

Jiwa-jiwa mengaduh
Memudar kata puitis
Berantakan dan tragis
Derap degup teritmis

Sokaraja, 15 April 2016

Pengisi 

Sesederhana mengungkap cinta
Kata-kata berliku pilunya rindu
Tiap coretan meniti sunyi
Tiap kata terekam tanya

Memadukan hampa jiwa
Termaktub dalam nestapa
Memar-memar luka cinta
Membekas dan hilang
Kla terganti pengisi jiwa

Sokaraja, 15 April 2016

Butir-Butir Mimpi

Tirai-tirai mengukir cinta
Tempat mengintip isi jiwa
Mengamati gemulainya hari
Kian mengejar kian mematri
Emosi jiwa-jiwa terbebani

Penuh linangan air mata
Menetes mengalir berderai
Tiap-tiap detak detik nafas
Menghembus menghela meniup
Butir-butir mimpi berbunga

Sokaraja, 15 April 2016

Senyum Itu

Senyum itu rindu
Senyum itu sayu
Senyum itu luka
Senyum itu pesona

Senyum itu indah
Senyum itu berkah
Senyum itu merekah
Senyum itu anugerah

Sokaraja, 15 April 2016

Gelisah

Gelisah merasuk jiwa
Membuat hati terluka

Menghantam dan menyiksa
Memberikan duka nestapa

Berharap kan cepat hilang
Kegelisahan yang melanda

Lumbir, 6 Juni 2017

Lamunan Tersunyi

Sisi malam yang gelap menerpa
Entah mengapa pagi tak pernah bertanya

Bumi yang selalu berputar pada porosnya
Mengikuti takdir alam yang seharusnya

Semesta jiwa berdzikir pada yang kuasa
Demi mendapat berjuta-juta pahala

Setiap detik waktu berdetak tiada henti
Lamunan tersunyi janganlah singgah dalam hati

Lumbir, 17 Juni 2017

Merona Dunia

Berlapis-lapis kegelimpangan duka
Merasuk dalam dekap bahagia
Luka terikat terendap terpatri
Meluluhkan himbauan hati

Secercah bimbang tak terobati
Ikhlas batin menepis sepi
Lemunan derita tiada henti
Hasrat berlipat bahagia ini

Habis-habis merona dunia
Delam dekap hanyut luka
Telah hilang dan sirna
Pergilah selama-lamanya

Lumbir, 22 Juli 2017

Dentingan Haus

Meluruh alunan jiwaku
Bergema semesta menyapa
Dalam dekap sabda alam
Berputar seluruh hampa asa

Dentingan haus rasa bahagia
Mengharap penuh pada-Mu
Lelah dan letihnya raga
Semoga kini berganti suka

Lumbir, 31 Juli 2017


Aku dan Jiwaku

Aku dan jiwaku
Berselimut mimpi kalbu
Terbayang-bayang kelam
Mengiris hati yang terdalam

Kadang berpikir takkan habis
Berantai-rantai silih berganti
Dekapan kasih sayang Ilahi
Semoga semua cobaan ini
Dapat terlewati

Lumbir, 31 Juli 2017

19. Angin

Angin tetaplah angin
Bertiup dan berhembus dingin
Membawa kegelisahan dunia
Yang semakin terlunta

Angin memanglah angin
Menyibak aroma rintihan
Semesta jiwa yang menahan
Tuanya dunia bertabur cobaan

Angin tetaplah angin
Sepoi-sepoi tak pernah berhenti
Melaksanakan tugas Ilahi
Selamanya dan terpatri

Lumbir, 4 Agustus 2017

Aku dan Hidupku

Aku dan hidupku
Bertabur derita sepanjang waktu
Aku dan hidupku
Mendamba bahagia selalu

Aku dan hidupku
Haus dan lapar rindu
Rindu suka cita hidup merdu

Aku dan hidupku
Tak mau berlinang air mata sendu
Aku dan hidupku
Semoga berbahagia selalu

Lumbir, 4 Agustus 2017

Terbalut Rindu

Berbaringku dalam sepi
Sendiri termenung menghinggapi
Suara-suara alam pelipur lara jiwaku

Belahan jiwa jauh disana
Hatiku pun terbalut rindu
Rindu bersama dengan kalian berdua

Lumbir, 10 Agustus 2017

Menelan Luka

Serpihan malam yang berkeping
Berkaca-kaca rintihan alam semesta
Bertabur lelah dan derita

Hari-hari yang penuh gelisah
Setiap hela nafas pun berdesah
Jiwaku dan jiwamu tak ingin susah

Tak ingin layu gelora hidupku
Tak ingin berlarut ku menelan luka
Luka hilanglah pergi untuk selamanya

Lumbir, 16 Agustus 2017

Sepinya Dunia Jiwaku

Hari-hari terkini bertabur sepi
Kegelisahan di jiwa tak terobati
Dunia yang penuh coba pun mengerti
Gemertak detak nada-nada di diri

Sepinya dunia jiwaku ini
Karena belahan jiwa tak menemani
Kosong rumah hati tak berpenghuni
Kuingin kalian cepat kembali

Lumbir, 17 Agustus 2017

Menyiksa Hati

Rapuh jiwaku
Mengingatmu dalam sepi
Hanya terbayang sisa-sisa
Jiwaku yang terendap memori

Rintihan jiwaku
Mengalun menikam urat nadi
Menghempas segala asa hati
Terlunta-lunta emosi diri

Retaknya jiwaku
Mengukir kelam untaian pilu
Lika-liku jalan hidup ini
Mengukir sejarah menyiksa hati

Lumbir, 18 Agustus 2017



Tentang Penulis

Ari Vidianto,lahir di Banyumas, 27 Januari 1984. Bekerja sebagai Guru di SD Negeri 2 Lumbir.Bukunya yang sudah terbit yaitu “ Ibu Maafkan Aku” &  Wajah-Wajah Penuh Cinta” , 17 buku Antologi  dan banyak karya yang dimuat  di Media Massa seperti di Tabloid Gaul, Majalah Sang Guru, Majalah Ancas,SatelitPost, Readzone.com, Buanakata.com,Sultrakini.Com, Riaurealita.Com, Duta Masyarakat, Solopos,Wartalambar.Com, LPM Arena, Sastranesia.Com, Majalah Derap Guru,Kedaulatan Rakyat,Radar Mojokerto, Kedaulatan Rakyat,Artebia.Com, Buanakata.Top, Joglosemar,Palembang Ekspres, Haluan, Majalah Simalaba.Com & Padang Ekspres . No Hp 081575448984.  Facebook Ari Vidianto & Penulis Lumbir, Sastra Lumbir,email : ari.vidianto@gmail.com & Blog: http://penulislumbir.blogspot.co.id/






No comments