HEADLINE

PUISI PUISI AAN HIDAYAT (Lampung Barat)_Musim Pesta Penari Liar

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)


PUISI PUISI AAN HIDAYAT



DI BAWAH TEMARAM BINTANG TIMUR

Mendekatlah ke wajahku
dan akan kugambarkan tentang bayangan
yang menghantui hari.

Tentang dia yang berkelebat
menari di bawah cahaya Bintang Timur
bercahaya namun tak nampak
sunyi di antara keramaian.

Mendekatlah!
Dan akan kubisikkan arti hijrah
lalu lihatlah api yang kugenggam
ia bara yang tak akan padam, kerena hari itu dalam penantian.

Kini di bawah temaram Bintang Timur
ada raut rindu kandungan Ibu
gelombang cinta yang kian meradang, dan saat melahirkan sudahlah dekat.

Lampung Barat, 5 Mei 2017

JERIT TANGIS YANG TERBUNGKAM

Wahai engkau yang terdiam
tidakkah nampak di depan sana
sebagian jalan  berselimut kabut.

Asap tebal membumbung ke seantero jagad
mendesir dan menggasing
membawa aroma anyir bersama jerit tangis terbungkam.

Ribuan mata sembab berair
hingga mencipta sungai-sungai
memerah sampai dekat rumah kita.

Namun tetapinya, banyak wajah hanya tertunduk
menutup hidung serta berkedip
menilik dari balik kaca
mendengus di belakang meja.

Bukankah kita masih di bawah langit yang sama
meski mentari masih bersinar
namun cahayanya redup dan menutupi sebagian Negeri.

Lampung Barat, 13 September 2017.

RINDU MEMBACA RAUT WAJAHMU

Terhanyut aku membaca rautmu
bahkan hampir tak kukenali lagi arah utara dan selatan
karena semua yang kubaca adalah peta yang samar.

Sungguh aku terhanyut bahkan sempat pecah dan berkeping
terdiam pasrah bersama air yang deras
membawa sebagian dari jiwaku yang lain.

Sungguh aku terhanyut
dan sesekali jiwaku tertambat pada bebatuan sungai yang licin
yang siap menggelincirkan setiap rasa dan keyakinan yang melintas.

Sungguh aku sedang terhanyut, bahkan hampir tak sadarkan diri
untuk kembali pada hari yang sekarat
tersebab bencana sedang melanda.

Dan hari ini kulihat riak ombak yang tak menentu
dalam setiap aliran sungai-sungai kehidupan.
Camar-camar berteriak, rumput-rumput menangis
menyaksikan pepohonan terombang ambingkan badai ombak dengan segala egonya.

Wahai ombak sungai, tidakkah ada kedamaian yang akan kau berikan
pada kehidupan ini?
Ataukah pertarungan riak ombak yang mesti bercerita pada Dunia.
Hingga air yang mengalir menjadi hanyir dan merah.

Sungguh!
Burung-burung dan rerumputan masih ingin menghirup udara segar
demi berlangsungnya hidup
dengan segala cerita cinta dan kerinduan.

Lampung Barat, 12 Oktober 2017.

SENYUM YANG TAK KUMENGERTI

Aku masih berdiri di bawah pohon besar yang seolah rindang.
Bersama desiran angin yang terkadang merupa badai.

Sesekali orang orang melintas
sembari melemparkan sebagian senyum
yang tak kumengerti makna semua itu.

Dan pada sebagian waktu yang lain
anak anak berpakaian lusuh terus berlarian
mereka terluka dan menangis.

Dan aku hanya berdiri memandangi semua yang terjadi
tangan terbelenggu lidahpun kelu.

Kucoba berteriak memanggil pemilik pohon
namun tetapinya mereka hanya memandang tubuhku
dengan sorot mata yang mengancam.

Dan hingga detik ini aku masih di sini
menyaksikan daun-daun berguguran
ranting-ranting patah jatuh dan lebam.

Dan entah sampai kapan semua ini dapat terhenti.
meratapi berjuta nasib
kepala terikat dengan rupa rupa pintalan yang kian meradang.

Aku hanya terdiam
kaki tangan terbelenggu
suaraku tak terdengar oleh mereka
karena suara bising telah penuhi gedung-gedung bongsor
tempat Tuan pemilik pohon.

Lampung Barat, 22 Oktober 2017

MUSIM PESTA PENARI LIAR 

Entah sudah berapa musim aku mencatat jajak
tentang gambar indah yang tersuguh pada sebuah pesta besar
yang membuat pandanganku pecah dan terbelah.

Namun aku hanya mampu mengintip sedikit
wajah mereka yang menari-nari hingga lupa wajah dan tubuhnya.
Sebab alamat di sana sukar terjangkau dengan sebuah kaca mata.

Sebentar lagi pesta itu akan terjadi lagi
namun  telah kau pukul dada ini hingga retak bahkan pecah.

Tuan ... ada undangan yang mestinya engkau bayar
namun semua hanya ulasan perdebatan belaka.
Sudah beribu musim pesta kau ciptakan
hanya menggambar penari penari liar
peradaban untuk perpecahan.

Lampung Barat, 6 November 2017.


Tentang Aan Hidayat: Ia seorang pengusaha mebel yang suka menulis puisi. Tinggal di Pekon Gunung Sugih, Lampung Barat. Merupakan salah satu aktivis pendiri Komsas Simalaba. Pernah meraih Simalaba Award sebagai terbaik ke-3, karya karyanya telah dipublikasikan di sejumlah media online, buku EMBUN PAGI LERENG PESAGI, MADZHAB RINDU, dll. Aan bersama teman temannya di Komsas mempelopori gerakan sastra kaum petani dan para pecinta seni kaum tepi yang ingin menemukan ruang publikasi secara mandiri.

Baca Juga


No comments