CERITA HUJAN_Puisi Puisi Almer Kasa (Sastra Harian )
Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.
(Belum berhonor)
CERITA HUJAN
Hujan kali ini datang tiba-tiba
Menggenang lubang jalan, bekas tak hirau pemerintah
Tak sendiri ia; mega hitam beserta
Menambah kelam tanggal yang mulai renta
Menyesak sesak buruh minta naik upah
Mengulum peminta-minta berharap makanan anaknya
Meledek sarjana muda yang kesulitan mendapat kerja di negara ibunya
Nina bobokan koruptor di empuk pembaringannya
Hujan kali ini saksi utama
Jemarinya yang dingin gigilkan sesiapa
Pun kita berdua tak luput darinya
Tegak melangkah, membelakangi mata
Hujan kali ini meninju debu
Samarkan air netra turun melaju
Tinggal satu-satu; kita berlalu
Berharap pandang tak lagi beradu
Palu, 2018
NETRA DITAMPAR GULITA
: Saat kota Palu memadamkan pijar lampunya
Akankah itu suatu kesengajaan demi mewakili palung raga ini, kokoh menampar netra
Gelap;
Apakah itu suatu pertanda tiada cahaya setitik saja untuk menerangi dan jadi penawar pekat yang menyengat ini?
Awan;
Begitu bencikah kau terhadapku?
Hingga tiada satu terlihat para bintang-bintang yang gemintang
Rembulan;
Akankah kau bersekutu bersama awan?
Sampai-sampai tiada satu cahayamu yang bisa kau bagikan untukku
Sunyi;
Begitu berdosakah aku?
Hingga cakar-cakar dan taring tajammu mengoyak habis-habisan aku dan sekelilingku
Kasih;
Apakah kau sudi bersekongkol dengan mereka-mereka ini?
Tolong pinjamkan aku sinarmu
Palu, 03:45.28 April 2018
TERBANG; KUMBANG TERBANG
Seekor kumbang terbang
Tinggalkan sedu sewaktu
Jauh; terlampau jauh
Enggan peduli kelu
Kepak lukis isak
Sesak hampir tak bergerak
Kecewa hampir menyerah
Air netra bermuara; tumpah
Kumbang terbang ragu-ragu
Bawa pemantik kala terbang
Bakar kembang tiada mengembang
Jadi abu; hasratnya jadi debu
Palu, 2018
TANGIS DI MINGGU MALAM
Di tengah riuh rendah minggu malam
Gemerlap lampu jalanan, menawan
Gandeng seorang bocah kurus tak terurus
Di tangan gagah genggam gitar usang
Hampiri khalayak alunkan tembang
Tiada satu pedulikan
Berselimutkan debu jalanan
Berbedak asap knalpot
Lusuh kotor melekat erat
Kaki tiada beralas
Acuhkan tajamnya kerikil
Terus berlari
Kejar mimpi kecil
Mungkin esok lusa bisa seperti anak seusia
Mungkin esok lusa bisa sekolah
Palu, 2018
INI BELUM MATI, MASIH MEMBARA BERAPI
Aku menunggu di balik tirai senja
Kalau-kalau masa lalu itu akan ku jumpa
Aku menanti di sela-sela air Tuhan
Terharap-harap masa kau ikut berjatuhan
Aku bertekan di belakang jilat seunggun kayu
Menanti hadirmu yang kusebut masa lalu
Aku memaku di beningnya embun
Moga-moga kau akan datang bertandang
Berjibaku dengan sepi
Bercengkerama dengan sunyi
Bercinta dengan elegi
Bercumbu bersama siang, malam, hingga pagi
Kusingkap halaman demi halaman buku harianku
Berhamburan melambai-lambai namamu
Kusemat semua dalam khusyuknya doa
Bertemu dalam mimpi? Itu sudah hebat bagiku
Menebas semak belukar rindu
Menembus badai putus asa
Cinta memang harus tangguh
Tak sudi bila menyerah
¬Membelah pekatnya malam
Sepi diantara ingar-bingar
Terkulai, tertatih
Tetap berdiri
Kunanti hadirmu di sini
Di tiap senja
Tiap hari
Selalu;
Rasa ini belum mati;
Masih membara berapi;
Kemari temui;
Kasih;
Palu, 16 April 2018
Tentang penulis
Almer Kasa dengan nama pena MeRr . Saat ini berdomisili di Palu, Sulawesi Tengah, memiliki ketertarikan untuk belajar menulis sastra.
No comments