HEADLINE

Edisi Jumat, 29 September 2017_ PUISI PUISI ZAHRAL MUZANI (Lampung Barat)

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE MAJALAH SIMALABA
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)




ZAHRAL MUZANI


BUNGA

Ketika malam menyapa
terbayang sosok bunga
yang pernah terlihat di taman kota
kala, kau hadir di setiap rasa
bangkitkan asa yang hampir punah.

Bunga,
kala kau menjadi idaman
saatku memungut butiran kata dimeja kerja tak bertahta
bersanding mesra dipanggung sandiwara
bertemakan Realita cinta sang legenda.

Bunga,
kini masih terngiang kisah bahari
sang pemalu merangkai seikat sunyi memecah sepi
tapi kini bunga sudah tak terlihat
ditaman kota
sedang aku masih jadi
penggemarnya.

Way tenong, 27 September 2017.



BUKIT

Berdiri diatas bukit yang curam
tiada yang melihat ketika bercincin logam
teriakku tiada didengar
habislah kata sakit mendera.
Dik,
sungguh tak diharap hidup diatas bukit
yang menemani hanya hewan-hewan parasit
berbulu halus berhidung sempit.
Dik,
Jika aku terjun dari bukit
mungkin dunia tak kuat memopong
jikalau aku tenggelam dalam perutnya
yang menggigit.

Way tenong, 27 September 2017.



KISAH USANG

Lama menumpuk
di istana berdebu tak bertuah
melati-melati berguguran di peraduan
menanti kisah-kisah bahari
yang telah lenyap ditelan masa.

Kala para jawara beradu pedang
hanya untuk selembar kisah
mandi darah hanya untuk sepenggal kata.

Berharap-

ada yang membangunkan bait-bait kata yang telah lama sirna
lalu membasuh sampul dengan embun suci
yang bersanggamu mentari.

Meski susah dimengerti sajak-sajakku jauh lebih berseri
tiada berduri dan berbau semerbak nurani
bukan yang terasa manis tapi menikam hati
yang mengubar puji tapi meremah hati tiada berbudi.

Way tenong, 27 September 2017.



SECANGKIR KOPI

Pagi ini,
segumpal awan berlalu membayangi sudut puri
embun bernuansa pilu
menyelimuti kemelut hati.

Bunga riang merekah
ditemani segerombol kumbang
sedang aku, hanya bersanding secangkir kopi.

Bait ini tercipta di atas hati yang sepi
rindu membara
tak hilang tertimbun seribu kata.

Namun-

aku bak bunga di padang kering
merajut detik dalam penantian
merindu kumbang di seberang lautan.


Way tenong, 27 September 2017.



TERBALUT KELAM

Berpijak di tanah andalas
menuju puncak ujung makam
laksana hati meremah tulang,
mandi darah  dendam.

Tapi-

Sakti sekadar membelah jiwa
tak kuasa membalik-kan hati
mengitar negeri
cahaya Ilahi tak didapati

Way tenong, 27 September 2017.


Tentang penulis 

Zahral Muzani, tinggal di Way Tenong, Lampung Barat. Ia belajar menulis di sebuah komunitas sasatra dunia maya (KOMSAS SIMALABA) yang diasuh crew majalah simalaba, ini puisi pertamanya yang dipublikasikan

No comments