HEADLINE

PUISI PUISI ARIF RAHMANTO (Yogyakarta)_Menunggu Badai

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE
Redaksi online ini akan mempublikasikan naskah setiap hari dan akan memilih satu puisi dalam setiap minggunya untuk dibuat film puisi
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)


PUISI PUISI ARIF RAHMANTO



Dalam Semesta Puisi

Dalam sajak-sajak yang berserakan
kusapu semesta puisi dengan tangan-Mu
dari keluasan singgasana cahaya
ketika masa lalu menjadi saksi bisu
memandang seluruh cinta diledakkan,
karena peradaban purba sudah binasa,
menunggu waktu termangu ragu,
menciptakan sebuah dunia baru.

Plumbon, 25 November 2017

Mencari Manusia Langit

Mencari manusia langit
di sisa-sisa usia
dengan prasangka baik
sehabis masa mimpiku
dari panggilan Rasulullah
yang menyisakan kerinduan
ingin berjumpa dengannya lagi
meski hanya dalam mimpi.

Samirono, 28 November 2017

Menunggangi Badai

Aku menunggangi badai
dalam lautan ilusi
dengan bernyanyi dan menari
sembari berharap puisi
menghampiri kematian sunyi
juga lika-liku kehidupan ini.

Plumbon, 26 November 2017

Sajak Sanubari

Aku menghantam dendam
dan mencengkram malam
di antara sanubari berduri
siap-sedia membisikimu
bersama angin lalu
yang membikin pilu.

Plumbon, 25 November 2017

Arsitektur Kematian

Dalam jalinan kata-kata
aku menjadi arsitektur
yang menyusun ruh
dan tubuh bersatu-padu.

Meski ramai dan sunyi
Menari dan bernyanyi
diiringi simfoni kalbu
sampai menanti kematianmu.

Senin, 27 November 2017

Hujan di Matamu

Hujan yang tidak berhenti
sehari ini mengingatkanku
akan kenangan-kenangan
yang tersimpan di matamu.

Namun, telah ditenggelamkan
air matamu yang berlinangan
di tepian pipi lesungmu,
karna dihembuskan angin kencang
sebelum akhirnya reda
menyesak dada.

Karangmalang, 29 November 2017

Wahai, Puisiku!

Wahai, Puisiku!
yang ada dalam perut bumi
muncullah lantas berkata,
tentang para penjamah
merampas sesukanya
nafas kehidupan manusia
untuk mengembalikan muasal
realitas kemerdekaan
yang seharusnya menempati
di setiap hati sanubari
selalu menyala dengan ingin.

Ketika api tertiup angin
dari seluruh penjuru negeri
sebelum hujan rintik-rintik
di kaki-kaki langit jatuh
tepat pada kelopak matamu
mengerjap sekejapan
dan memandang cakrawala
di tengah samudra yang bergelora
ditantang gelombang dari para dewa.

Yogya, 21 Oktober 2017

Tentang Penulis

Arief Rahmanto, menyukai harmonisasi dalam semesta puisi. Kini bertempat tinggal di daerah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun, sering bermukim di Jogja.

baca juga (klik):



No comments