HEADLINE

PUISI-PUISI DIAH FEBRIANI (Lampung Barat)_Ritual Malam

Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)


PUISI-PUISI DIAH FEBRIANI


MEMBAKAR RINDU

Lihatlah sebatang lilin itu!
ada bias kesedihan yang samar di sana,
ia menuang senyum ketika gelap
menemani kebisuan yang menikam
dan kau tatap biasnya perlahan
mengalahkan lelehnya
sebab kau mengerti, ia tak abadi.

Jika sekedar menguliti sepi,
atau menyayat bahasa diam
pada ruang-ruang kosong
dan sejak kemarin gelisahnya meraba,
mengapa tidak bermuara saja
pada temaram yang menunggu senja?
Mungkin bisa menghantarkan sepi
yang terkadang berkelana ke banyak tempat.

Sekiranya rindu itu terbakar
dan asmara meleleh sebelum lilin direnggut gelap
mungkin saja rindu sudah terganti.

Fajar Bulan, 7 November 2017

ASHIKA

Ashika,
gambar-gambar usang
rapi kusimpan
sesekali kulihat
sekedar menguliti sekujur sunyi.

Ya, Ashika
sebutir pagi sedikit saja melukis canda
 pada garis merona
dan tertunduk melipat senyum.

Tentunya Ashika,
hasrat ini belum berlabuh
masih di sini saja
jauh di dalam bungkam yang merindu
Mungkin sampai nanti
Sampai purnama dijemput lagi.

Fajar Bulan, 7 November 2017.

UNTUKMU ADIKKU

Kita,
terbiasa menggugurkan dedaun
kemudian meremuknya agar sunyi itu hilang
dan membakarnya sekedar berharap sedikit kehangatan,
bermanja pada tungku yang asapnya menyapu lembut
hingga mata merah jambu.

Adikku!
bukan sekedar ranting-ranting yang kita patahkan
menjadi api,
tapi mengajarkanmu bertikai pada batu
agar  tak mudah tergelincir
mengajakmu mengeja senja lewat puisi-puisi
agar mengerti
senja pasti berlalu
dan pagi pasti  kembali.

Berbincang pada karang,
menangguhkan hatimu agar tak karam,
Bermain pada ombak, jangan sampai tenggelam,
menatap camar yang mengejar ombak
agar kau tau arti nya merindu.

Adikku,
Membimbingmu ke tanah tanah yang tak bertuan,
agar kau mengerti, kita pasti kembali di sana,
seperti ayah yg sudah pergi.

Fajar Bulan, 08 November 2017

RITUAL MALAM


Sejak tadi,
ku-eja rintiknya yang berjatuhan,
memuntahkan segala sesal
yang datang sejak kemarin.


Ah! Terlalu muak dengan aroma amis
tak terganti oleh puisi-puisi manis
yang kau ucap malam tadi,
lalu pergi.

Apa mesti bertelanjang kata,
yang kau semat mesra di  balik telinga,
menggelitik.

Hmmm,
Sudahi saja pertikaian ini
kita sudah tak mampu menahan rindu
apalagi angin terus berbisik,
dan semakin lama, semakin sunyi
hingga rindu menjebak lagi.

Fajar Bulan, 11 November 2017


Tentang Penulis:
Diah Febriani lahir di Mutar Alam, 7 Februari 1985. Ia tinggal di Fajar Bulan, Kecamatan Way Tenong, Kabupeten Lampung Barat. Sehari hari ia bekerja sebagai guru Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Fajar Bulan


klik juga:




No comments