HEADLINE

WAKTU YANG KABUR_Puisi Puisi Zhee Lalune (Sastra Harian )

Redaksi Simalaba menerima tulisan puisi (minimal 5 judul), cerpen dan cernak (minimal 5 halaman A4) esai, opini, artikel dan liputan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misi majalah Simalaba untuk dipublikasikan setiap hari (selain malam minggu) kirim karyamu ke e-mail : majalahsimalaba@gmail.com
Beri subjek SASTRA SETIAP HARI.

(Belum berhonor)



WAKTU YANG KABUR

Hei!! Kemana kau pergi. Membawa waktu kabur dan menyisakan kenangan yang sudah rabun.

Itu aku! Dan menit-menit dimana senyum masih ketat seperti karet rambut yang menguncir untaian si hitam lebat, katamu kamu suka
Aku sudah tak ingin merindu, kaki ku terlalu letih untuk menapaki setapak jalan yang dijejali kerikil muda.
Kemari kau!
Bawa itu yang kau sandar di pundak, itu remah-remah kenangan punyaku!!
Itu waktu yang kubekukan dalam kamera kecil yang selalu kusimpan di saku baju.
Yang menangkan setiap senyum dan memukul tangis hingga isakku pergi.
Itu kisah yang kutulis bersama waktu

2018

CAKAP SELAT

Cakap selat bahwa angin tak bersahabat
Lirih angin itu kini menusuk.
Mengundang ombak deras mendayu
Pecahkan batu karang setinggi raksaa
Yang guguh dan tangguh kini punah. Akibat angin
Bagaimana dengan darat.
Damainya dirindu laut yang ribut menampar langit
Mengamuk pada malam yang berdamai dengan pagi walau sesaat.
Ia tahu ketika gelap tak lagi senang ketika dewa masih memerintah
Mereka marah pada alam
Entah kenapa..
Itu kata selat

2018


PERI MERAH JAMBU

Ia punya sayap serapuh kupu
Yang jika diapit buku akan jadi debu
Tepukan di pundak yang kadang bikin ngilu, dengan senyum ranum yang tak kunjung sembuh mengoyak hari dengan cara yang betul.
Ia punya pipi yang kujejaki ternyata isinya labu
Yang sudah ku kukus dan kutaruh di piring merah jambu
Ah dasar si kecil imut dan lucu
Dia terbang setelah mengunyah hati.
Untung saja dia tak pergi jauh
Karena dia tahu, aku masih memasak di dapur
Yang asapnya mengundang ia untuk tinggal selama yang ia mau
Periku

2018


PENCURI KEJU

Hidungnya bergerak bebas menangkap aroma

Potongan putih lembut asin yang menggilakannya
Kekehan lolos dari gigi depan putih.
Wanita kecil dengan ide menggila.
Tangkap nyamuk kemudian bertepuk tangan
Kini setelah pasir ia merambah ke dapur
Di dalam kulkas yang baru dua hari baru
Si kepala kepala batu yang girang buat onar mengulur tangan
Sembunyi dan diam.
Hanya ia dan sepi yang tahu. Perut sudah terisi berapa penuh

2018


KATA KOPI


Aku tak pernah memaksa untuk jadi manis

Walau pahit mereka tetap meneguku
Apa salahku?
Pamer bukan keahlianku
Hitam pekat tak semanis gula
Ampasnya kadang membuat sesak
Aku diteguk bersama sajak
Berita di koran pagi yang beragam cerita
Aku banyak diperangi sepi
Juga dikawani sepi
Tentang politik yang hampir sehitam aku

2018


SERINGAN ANGIN.

Ketika itu kaki diciptakan untuk melangkah dengan ringan.
Menjejak bayang yang diciptakan matahari di pinggiran tembok medan tua
Menjelajah kayu lapuk yang simpan sejarah.
Bisikan naluri para tetuah yang sudah tiada
Kaki ini melompat dan tiba di tanah. Melambatkan waktu agar tidak sia-sia
Ia berhenti di ketika angin berkata bahwa aku seringan ia.
Dan kemudian aku pergi kemana angin bertiup, utara atau selatan tempat dimana nikmat tuan yang kupunya berdiam.
Di padang yang rumputnya tinggi sepinggang
Aku bermain disana.

Brastagi, 2018



Tentang penulis 



Zhee Lalune, penulis novel Times, penyair puisi yang pernah diterbitkan di antologi bersama mengunyah geram yang dikuratori oleh bli Wayan Jengki Sunarta(seratus puisi melawan puisi) dan 6,5 SR Luka pide Jaya. penyusun Willy Ana.


No comments