HEADLINE

Edisi Sabtu, 19 Agustus 2017_ PUISI PUISI SURATMAN KAMALUDIN (Lampung Barat)

Dari Redaksi:
Kirim Puisi, Esai, Cerpen, Cersing (Cerita Singkat) untuk kami Siarkan setiap hari ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com beri subjek_LEMBAR KARYA HARIAN MAJALAH SIMALABA





PUISI PUISI SURATMAN KAMALUDIN


PUJANGGA ASING

Lihatlah deretan bernyawa 
bersalam bahu tak saling menyapa 
tatapan tajam menembus terjangan ombak samudra dan, sesungguhnya itu hampa. 

lmaji  merekalah nan begitu peka akan 
keadaan yang menggilas zaman
waktu tergerus oleh bisikan bisikan diksi. 
Lupa tempat tak ingat kerabat yang 
menatap beku. 
Pujangga begitu asing, 
Bagi siapa atau apapun 
bagi keluarga bahkan dirinya 
terlalu lama tenggelam di dasar samudra sastra.

Lampung Barat, 11 Agustus 2017



PENANTIAN SEMU 

Bias mentari pagi 
berpijar di puncak bukit napal 
walet mungil terbang memutar 
mengawasi sarang di balik batu bertapis. 

Embun di wajah lumut terusik bersungut, lalu 
pergi ke tepian lembah 
dan di dasarnya berserakan serpihan kenangan 
nan tak mampu terkuburkan.

Lidah terakhirmu masih terlalu kuat tuk terlipat 
sedang hatiku, 
kutemukan membusuk dipelukan penantian tak bertepi. 

Lampung Barat, 12 Agustus 2017.  



KARYA TAK BERTEMA, 

Maaf kawan,
hari ini aku tak berkarya
tak temukan bunga-bunga bahasa
kepalaku berpusing mengitari puncak rinjani.

Apa lagi hendak terbilang
jari-jemariku menegang
butiran embun dahi menggenang. 
Halusinasiku mengering
khayal dan hati bertolak arah
uraian tertumpah tak tentu arah
bagai buah jatuh ke tanah.

Lampung Barat, 9 Agustus 2017.



 RAYUAN HATI

Sudalah, jangan marah
kan indah bila masanya
inilah naungan kiprah
tikaman duri untuk menimba diri.

Tersenyumlah, kuatkan tekat bulatkan niat
datang tuk memberi
bukan meminta lalu pergi.

Ayolah, tumpahkan saja 
jangan malu atau menggerutu
itu akan sia-sia.

Mari menoreh lagi
tidak semua akan kosong 
satu dari tiga yang berisi,
kuyakin seindah mawar tersiram embun pagi.

Lampung Barat, 9Agustus 2017.




DERITA AL-AQSO

Butiran besi terbang tak berjeda 
Tanah sejarah menyungai darah 
teriak miris meregang nyawa 
percikan api menari nari. 

Sungguh derita di atas derita
menggenggam bara mendulang api 
kita di sini lelap bermimpi 
mereka di sana mendekap luka. 

Bersabarlah wahai penghuni hamparan suci, 
menanti tibanya jaksa Maha Perkasa menuntaskan perkara 
membalut lembut luka luka hamba-Nya. 
Gambaran lara teramat nyata 
derita mereka membuat mata berkaca 
getah bening basahi muka.

Way Tenong, 9 Agustus 2017. 


Tentang Penulis:
SURATMAN KAMALUDIN, tinggal di Way Tenong Lampung Barat. Ia bekerja sebagai buruh. Suratman Kamaludin  belajar menulis secara autodidak, dan didukung oleh sebuah Komunitas dunia maya yang diasuh beberapa narasumber SIMALABA.

No comments