Cermin Joe Hasan (Ambon, Maluku)_BAYANGAN HITAM
Redaksi menerima tulisan
Puisi minimal 5 judul, Esai, Cerpen untuk kami Siarkan setiap hari. Semua naskah dalam satu file MS Word dikirim ke e-email: majalahsimalaba@gmail.com
beri subjek_VERSI ONLINE MAJALAH SIMALABA
(Mohon maaf, laman ini belum dapat memberikan honorium)
Cerita Mini (Cermin) Joe Hasan
BAYANGAN HITAM
“Woi.... jangan lari.” Aku mengejarnya semakin kencang. Berlari tak kenal arah. Tak kenal hujan. Ya. Di luar sedang hujan deras. Dan tanah yang basah membuatku susah.
“Woi....” Aku berteriak lagi. Berharap dia menghentikan langkahnya. Tapi mana mungkin ada pencuri yang menyerahkan dirinya begitu saja. Hanya pencuri bodoh yang seperti itu. Ya orang yang ku kejar ini adalah pencuri. Sekitar pukul 2 dini hari ia membuka pintu ruang tamu kami. Tapi tidak sampai masuk ke rumah. Hanya sampai di pintu saja. Lalu pergi melarikan diri. Fani, kakakku, orang pertama yang melihat sosok pencuri itu berteriak seperti melihat hantu. Mungkin teriakan kak Fani yang membuat pencuri itu tidak jadi masuk ke rumah. Ayahku yang sedang asyik tidur dikamar terbangun. Dengan hanya memakai kutang dan sarung, di ambilnya parang panjang yang menyerupai samurai. Lalu mengejar pencuri itu. Aku pun tak kalah. Aku terbagun lalu ikut mengejar. Di ujung sofa, kak Fani meringkuk ketakutan. Walau sebenarnya aku juga takut. Takut pada pencuri. Dalam bayanganku adalah ketika aku berhasil menangkapnya, berhadapan langsung dengannya, dia malah menembakku, atau mungkin dia membawa benda tajam dan menikamku. Kita mana tahu. Dengan keberanian yang dipaksa-paksakan aku meneriakinya.
Ayahku kalah cepat. Mungkin pencuri itu mantan atlet lari. Ayahku tertinggal jauh. Namun ada yang aneh. Dari kejauhan aku melihat sosok pencuri itu berubah jadi bayangan hitam. Aku menepis jauh pikiran konyolku itu. Mungkin saja kebetulan pakaian yang dikenakan pencuri itu serba hitam. Lagipula ini masih gelap gulita. Masih dengan keberanian yang dipaksakan, aku meneriakinya. Woy!
“Jar! Jar! Fajar!” seseorang memanggil namaku. Dan aku terbangun. Sedikit kaget. Ternyata kakak Iaprku.
“Kamu kenapa?”
“Gak, gak kenapa-napa.”
“Trus kenapa kamu teriak-teriak?”
“Oh ya?”
“Iya. Kirain ada apa. Mimpi apaan?”
“Aku mimpi ada orang.”
“Dimana?”
“Di sini.”
“Ya udah. Tidur lagi gih.”
Aku mengangguk. Lalu mencoba kembali menutup mata. Tapi aku tak bisa. Aku takut. Takut sosok bayangan hitam itu kembali datang dalam mimpiku. Aku tidak tahu kenapa harus memimpikan hal semacam ini. Dan ini kali pertama aku bermimpi sambil berteriak. Alias ngigau. Dan teriakanku itu benar-benar keras untuk ukuran pukul dua dini hari. Pukul delapan tadi, sebelum tidur, kakak dan kakak iparku memang bercerita tentang penghuni rumah yang berupa hantu. Mereka terkadang melihat seseorang di ruang tamu, meski samar-samar, padahal tak ada siapa-siapa. Lalu mereka mempercayai bahwa makhluk itu adalah penghuni rumah ini. Ya, mereka menyimpulkannya sendiri. Aku seorang yang tidak percaya akan hal itu. Menurutku, mereka terbawa pikiran saja. Jelas saja kalau mereka percaya dengan adanya hantu, hantu tersebut pasti akan memperlihatkan dirinya. Beda dengan orang yang tidak percaya. Tapi malam ini, aku tidak tahu, harus percaya atau tidak. Kata mereka sosok itu memang tinggal di ruang tamu. Persis sama dengan mimipiku, orang yang tiba-tiba berubah jadi bayangan hitam itu, muncul di ruang tamu. Apakah harus percaya dengan hal itu? Yang jelas itu mimpi itu membuatku susah tidur sekarang. Lebih tepatnya takut. Takut untuk tidur kembali. Lagi pula menurut cerita teman-temanku, makhluk seperti itu tinggal di kamar mandi. Bukan di ruang tamu.
Aku tidak mungkin menahan mata sampai pukul 6 pagi. Ini masih pukul 2. 4 jam? Oh tidak. Itu bukan waktu yang cepat.
Aku coba memberanikan diri. Keluar kamar, menuju ruang tamu. Lampunya menyala. Memang semenjak kakak dan kakak iparku percaya tentang makhluk halus itu, lampu di ruang tamu itu tidak pernah padam. Kecuali pagi sampai senja hari.
Kosong. Tak ada siapapun. Aku hanya melihat meja, sofa, bunga hias diatas mejanya, dan keset berwarna hijau. Aku kembali ke kamar. Berbaring, minum segelas air yang sudah kusiapkan sebelum tidur untuk ku minum pas bangun pagi hari. Aku ke dapur lagi untuk mengambil segelas air, entah kenapa, aku merasa ada yang mengikutiku. Ah. Mungkin ini cuma perasaanku saja. Hufh... aku sudah mulai terbawa suasana. Aku cuek saja. Kembali lagi ke kamar. Berbaring. Rasa takut itu kembali menyelimutiku. Takut untuk menutup mata. Ah. Siapa dia?
Aku mencari kantukku sendiri. Membaca buku. Ya, aku mulai mengantuk. Mataku tertutup. Lalu gelap. Tapi samar-samar juga kulihat benderangnya kamarku. Dia kembali. Menindisku. Bayangan hitam itu.
(Wanci, Minggu, 14 Mei 2017)
Tentang Penulis
Joe Hasan, lahir di Ambon pada 22 Februari. Aktif di bidang olahraga (Taekwondo).
No comments