HEADLINE

GELOMBANG MAUT _Puisi Titin Ulpianti (Tunas Sastra Angkatan 2)


SAMUDRA

Kutatap sejauh mata memandang
biru menghanyutkan  insan
daya pikat dengan seribu cerita
mewarnai alur sejuta misteri.

Samudera luas  dengan kemilau  cahaya  diawal hari dan senja
ada ritme dari setiap gelombang
menyapu bibir pantai
mengulung kembali ketengah,
di sana ombak mengulung indah dengan teratur namun bila sang penguasa murka
ia kan menjadi gelombang ganas yang siap meluluhlantakan.

Di dalam ketenangan yang biru
begitu banyak penghidupan saling berdampingan, sekalipun predator banyak mengintai hidup dalam kewaspadaan.

Dan,
di luar sana sebagian mengangap ladang penghidupan
bagi para nelayan,
obak menjadi teman dalam pencarian,
di sudut parkampungan para wanita  menunggu dengan raut cemas dan penuh harapan.

Lampung Barat, Maret 2018


DASTER LUSUH

Mungkin tatapan ini mencela
tak menarik segala arah
butut,
jauh dari kata sempurna
sekedar memikirkannya terasa enggan.

Daster lusuh,taukah kamu?
Di balik itu ada pengabdian  tak ternilai
pengorbanan terkadang di hiasi pengkhianatan,
tetap saja ia setia
walau cobaan selalu mendera.

Ia yang memakai daster lusuh
selalu suguhkan secangkir kopi untuk mu
kau hanya mampu merasakan manisnya,
terlihat pekat dan sedikit pahit  kau abaikan.

Letih sudah biasa,
menyeimbangkan dunia  ia bisa
mampu membangun istana
demi kemakmuran bersama.

Di balik lemah gemulai  dan senyum manis menjadi tangguh dan perkasa
tameng bencana,
mampu mereguk kepahitan mengubur dalam cinta penuh pengabdian
demi cita-cita menyonsong masa lebih indah.


Lampung Barat, Maret 2018


MEMORY MUKIDI

Berbulan telah kurajut cintamu
agar tercipta jalinan abadi namun waktu terus bergulir
menciptakan ruang luka terus  mengangga.

Awal musim kebersamaan begitu indah
menampik segala celah dugaan
semua berjalan sesuai alur cinta
tapi kini berubah jadi bencana
gejolak dalam bahtera.

Tangisan hati menyayat kalbu,
sedangkan jeritan tak terdengar
ketika badai terus mendera
kekuatan  cinta luntur bersama  gelombang ketidak puasan
yang tinggal hanya cela kebencian.

Mukidi.
Jalan kita sudah berbeda sejuta simpati menghancurkan harapan yang tersisa,
maaf aku tak ingin terjerat karna membuatku makin tersesat
biarlah cerita ini hanya menjadi kisah antara aku dan mukidi
berpisah dalam persimpangan.

Lampung Barat, Maret 2018


PENYAIR TYPO

Secangkir kopi menemani kabut di lereng pesagi
cahaya mulai menumpakah diri dari persembunyian
sang mega nampak indah dalam birunya langit,

Aroma kian menusuk sembari kuteguk kenikmatan dalam dinginnya suasana
tergelitik aksara di imaji
menerawang kata untuk di tata.

Terngian candaan kala itu,
kita bercengkerama dalam meja
memilih bait menyulam kata
dalam semanggkuk puisi yang kau saji

Kau sibuk  menatapku dengan lembut penuh kesal
ada ribuan kata yang tak kupahami,
serta jemari yang salah menari.

Penyair typo kau sematkan padaku,
jujur rasa ganjil,namun mengelitik
berubah jadi energi yang mengalir
membangkitkan  kepercayaan yang di selimuti rasa kerdil.

Lampung Barat, Maret 2018


SERIBU WAJAH

Kau tubuh yang layu
tersirat berbagai warna
sedang pandang menatap
 liar
menjelajah seluruh rasa.

Seribu wajah bersemayam dalam pandangan tertutup
keaslian tersembunyi.

Kau,
Yang melahirkan prahara dari rahim kemunafikan
seribu wajah bertebaran
hingga nilai dan norma terbuang
menyesatkan jiwa-jiwa yang rentan
tumbuh jadi kampak pembelah persatuan.

Aku yang terjebak
mengikuti tampa kata tampa rasa
terseret arus bergelombang
di tengah samudra kehidupan
bertahan atau lebur bersamanya.

Lampung Barat, Maret 2018


GELOMBANG MAUT

Wangi ini kian menusuk
hiasan dari bunga tujuh rupa bersanding buah dan dupa
sedangkan tubuh termatung di atas  kain putih
mantra-mantra menyebar kepenjuru samudra.

Debur ombak kian menderu
kilatan cahaya langit yang tak semestinya
mengelegar memecah pantai.

Di setiap sudut berhamburan jiwa kalud
jalan pintas menuju kejayaan,
ciptakan gelombang maut dalam diri
nalar terhenti dari rahim ketikdak berdayaan
melahirkan kemusrikan menjadikan tumbal nafsu semata.


Lampung Barat, Maret 2018



CINTA SEORANG PENGEMBARA

Ia yang selalu menyusuri jalan
dalam setiap bayangan
menyisakan kisah
romansa penuh gejolak.

Cinta seorang pengembara menabur bahagia berselimut duka
terus berjalan jauh menjelajah dunia
mencari persinggahan
tuk sematkan hati.

Banyak genangan air mata tertinggal
banyak bunga layu sebelum berkembang
terjebak dalam kata melenyapkan senyuman dari hati yang hancur.

Kini ia makin jauh mengembara
dengan membusungkan dada
meninggalkan kisah penuh noda.

Lampung Barat, Maret 2018.

Tentang Penulis

Titin Ulpianti, tinggal di Kota Liwa, Lampung Barat. Saat ini tengah mengikuti kelas belajar menulis online Simalaba angkatan 2, ia juga ikut belajar pembinaan digital jurnalistik di Simalaba.

No comments