EMBRIOGENESIS SOMATIK JALAN PINTAS MENINGKATKAN PRODUK KAYU GYMNOSPERMAE INDONESIA
Apa yang ada didalam benak anda ketika mendengar kata pinus?
Pohon? Hutan? atau bahan untuk membuat desinfektan? Tentu anda berpikir salah satu diantara itu bukan?
Namun tahukah anda bahwa pinus memiliki manfaat lain selain dari tiga hal tersebut, ingin tahu simak artikel berikut.
Gymnospermae merupakan tumbuhan biji terbuka, tanaman ini banyak dimanfaatkan terutama untuk produk kayu yang ada di Indonesia. Kayu pada tanaman Gymnospermae biasanya dimanfaatkan dalam pembuatan perabot atau furnitur. Salah satu contoh tanaman Gymnospermae yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan furnitur adalah pohon Pinus. Tanaman pinus merupakan tanaman yang bernilai ekonomi tinggi sebab kayunya dapat digunakan untuk berbagai industri dintaranya industri pulp dan kertas, konstruksi ringan, mebel, korek api dan sumpit. Pinus juga memiliki kandungan resin yang tinggi dan merupakan bahan dasar yang digunakan dalam industri obat-obatan, cat, tinta, dan industri parfum. Selain resin, getah pinus juga merupakan bahan dasar dalam pembuatan terpenting dan dapat pula diolah menjadi gondorukem yang berguna sebagai bahan baku industri kertas, keramik, plastik, cat, batik, sabun, tinta cetak, pelitur, farmasi, dan kosmetik. Pohon pinus tua dapat menghasilkan 30-60 kg getah, 20-40 kg resin murni dan 7-14 kg terpentin per tahun. Jenis Pinus yang banyak digunakan adalah Pinus merkusii. Manfaat yang diberikan dari jenis pohon ini sangat banyak, sehingga tidak heran permintaannya meningkat. Selain dapat dimanfaatkan dalam segala kebutuhan, perlu diperhatikan juga upaya pengembangan atau penanaman kembali pohon Pinus ini. Pemanfaatan yang berlebih dan tanpa adanya upaya untuk menanggulangi yang telah dipakai dapat merusak lingkungan itu sendiri. Bahkan dapat mengakibatkan kepunahan bagi sumber daya yang dipakai tersebut. Untuk itu perlu diadakannya upaya pengembangan atau reboisasi.
Daya regenerasi Pinus tergolong rendah karena Pinus merkusii memiliki siklus hidup yang panjang, yaitu sekitar 20-50 tahun. Selain itu, dibutuhkan waktu 30 tahun untuk produksi kayu yang optimal sebagai standar yang ditetapkan oleh administrasi kehutanan Indonesia. Selain siklus hidup dan optimasinya yang panjang, proses pembentukkan biji pinus mulai dari penyerbukan sampai matangnya biji dengan embrio yang siap berkecambah membutuhkan waktu lebih dari 2 tahun. Akan tetapi, jika kita menggunakan metode embriogenesis somatik makan untuk perbanyakan Pinus dapat dikatakan cukup efektif, karena pembentukkan biji pinus mulai dari penyerbukan sampai matangnya biji dengan embrio yang siap berkecambah membutuhkan waktu ± 8 bulan dan metode embriogenesis somatik secara khusus menawarkan potensi besar bagi produksi tanaman skala besar dengan biaya yang rendah.
Apa itu embrigenesis somatik?
Di China dilakukan penelitian oleh Ruiyang Hu dan tim mengenai penggunaan metode embriogenesis yang dilakukan pada pohon Cemara China (Cunninghamia lanceolate). Embriogenesis somatik adalah suatu pembentukan embrio dari bagian somatik tanaman yang bukan termasuk sel zigotik. Sumber sel somatik ini biasanya secara alamiah tidak terlibat dalam pembentukan dan perkembangan embrio. Penggunaan sel-sel somatik sebagai eksplan dalam protokol kultur jaringan akan memungkinkan pertumbuhan dan differensiasi sel-sel somatik tersebut menjadi embrio, yang disebut embrio somatik.
Berikut merupakan gambar kalus yang dihasilakan dari metode embrogenesis somatik pada Cunninghamia lanceolate.
Pada penelitian ini digunakan 25 pohon Cemara China yang diambil pada hari yang berbeda dan tempat yang berbeda. Untuk mengetahui keberhasilan dari penggunaan metode embriogenesis somatik ini, tim peneliti melakukan beberapa percobaan diantaranya induksi embrio somatik, pengaruh tahapan pembentukan embrio muda terhadap respon embriogenik, induksi dan poliferasi jaringan embriogenik, dan maturasi embrio somatik. Embrio muda yang didapatkan dari 25 pohon induk dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap perkembangan: 1) Tahap Pembelahan Poliembrioni (Cleavage Polyembryony); 2) Tahap Dominant Embryo dan 3) Tahap Prekotiledon (Precotyledon). Dari ketiga tahapan tersebut, tahap Pembelahan Poliembrioni (Cleavage Polyembryony) merupakan tahap yang paling tinggi dalam merespon dengan 12,44 % rata-rata induksi. Dari penelitian kita dapat mengetahui bahwa medium terbaik untuk pembentukkan kalus embrionik yaitu medium DCR yang ditambahkan dengan 1.5 mg/L 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and 0.3 mg/L kinetin dan untuk proses pematangan embrio paling baik dilakukan pada medium dengan 50 μmol L ABA dan 100 g/L PEG6000. Pada penelitian ini, proses somatik embriogenesis hanya sampai pada tahap pre-kotiledon. Untuk membuatnya sampai pada tahap kotiledon, maka dibutuhkan jenis PEG yang lebih tinggi yaitu PEG7000 dari jenis PEG efektif yaitu PEG7000 sampai PEG10000.
Metode embriogenesis somatik yang dilakukan pada Cunninghamia lanceolate dapat digunakan pada tanaman Pinus mercusii mengingat kebutuhan akan hasil hutan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk di dunia. Dengan menggunakan metode seperti ini, maka dapat mengimbangi antara produksi Pinus dan kebutuhan yang semakin meningkat.
Disusun Oleh :
Ane Yuliani
Fiqa Islamiati
Hanifa Ahsanu Amala
Hasna Fathin Nurafifah
Sundy Sorta
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
No comments